Dakwah di Sosmed Punya Pengaruh yang Kuat, TGB Ajak Tokoh Jaga Kerukunan

6 Desember 2020, 16:39 WIB
Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi /Literasi News

 

Literasi News - Kehidupan bermedia sosial (sosmed) sedemikian nyata memberikan pengaruh yang kuat terhadap tatanan sosial masyarakat Indonesia hari ini, termasuk dalam kehidupan keberagamaan.

Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan, pertukaran informasi yang terjadi ikut membentuk gagasan, pandangan, bahkan tindakan yang berkonotasi produktif maupun sebaliknya.

Menurutnya, salah satu persoalan yang belakangan ini mengemuka adalah interaksi di era sosial media juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi kehidupan keberagamaan, khususnya dalam konteks menjaga kohesivitas umat yang solid.

Baca Juga: Jangan Takut Kasih Bocoran Info ke LPSK Terkait Korupsi Bansos Covid-19 di Kemensos

Alih-alih, sosmed turut berkontribusi pada terbentuknya polarisasi dan defragmentasi di berbagai lini kehidupan, termasuk keberagamaan. TGB menilai, arus defragmentasi ini semakin menguat seiring berjalannya waktu.

Dikatakan, jika dulu bentuk oposisi keberagamaan Islam di Indonesia dikuasai oleh narasi biner Sunni-Syiah, saat ini pertentangan melebur bahkan hingga level organisasi.

TGB mengatakan polarisasi ini turut pula dikondisikan oleh menjamurnya tokoh dan ulama yang memiliki hasrat untuk mendapat kekuasaan politik dan menggunakan instrumen idiom-idiom keagamaan untuk mengeruk simpati umat.

Baca Juga: KAI Pastikan Kesiapan Angkutan Natal dan Tahun Baru 2021, Antisipasi 355 Titik Rawan

Instrumentalisasi idiom-idiom agama oleh tokoh yang kemudian tersirkulasi melalui platform sosmed tak jarang menimbulkan gejolak. Perdebatan politik yang tidak menjadi pokok dalam islam, kerap kali meruncing menjadi perdebatan akidah.

"Politik itu bukan bagian dari akidah tapi muamalah. Karena itu perbedaan pendapat adalah hal biasa. Tidak boleh kemudian menyebabkan kita memutuskan silaturahmi. Di medsos itu sekarang perseteruan politik itu bisa dibawa kepada perseteuan akidah. Kemudian beda pandangan itu dibawa ke dalam perbedaan keyakinan yang akhirnya saling menyesatkan, mengkafirkan, munafik dan segala macam," kata TGB dalam Washathiyah Webinar Series: Dakwah Washathiyah Islam di Era Revolusi Industri 4.0: Adab, Peluang dan Tantangan, Sabtu 5 Desember 2020 malam.

Baca Juga: Rahasia Keberhasilan Usaha Adias dan Tyas Mengolah Daun Pepaya Jadi Lalapan yang Tidak Pahit

Kondisi ini, lanjut dia, menjadi tantangan tersendiri bagi para tokoh dan ulama untuk berdakwah di era sosmed.

Padahal, media sosial memiliki peran yang teramat besar dalam mengkonstruksi pemahaman keberagamaan umat di zaman sekarang. Sebabnya, berbagai informasi keagamaan yang membanjiri sosmed kerap dijadikan masyarakat sebagai pegangan mereka.

Karena itu TGB mengingatkan kepada siapa saja yang memikul peran sebagai contoh bagi umat untuk lebih serius memahami dan merespon berbagai fenomena di sosmed.

Baca Juga: BOS Madrasah Bisa untuk Beli Laptop, Komputer dan Langgan Internet. Begini Cara Pencairan Dana BOS

Hal tersebut harus dilakukan untuk membendung bentuk-bentuk dakwah dan produksi informasi keagamaan lainnya juga mengandung potensi memperuncing polarisasi dan defragmentasi umat.

Dalam rangka memperkuat umat, TGB mengingatkan peran dan tanggung jawab ulama sebagai waratsatul anbiya alias pewaris para nabi.

Dalam konteks dakwah, signifikansi peran ulama tidak hanya mengacu seberapa banyak ayat Al Quran dan Hadits yang ia sampaikan dalam sebuah pengajian, namun juga segala bentuk perilaku dalam keseharian.

Baca Juga: Longsor Landa Cikangkareng Cianjur, Angin Kencang Terjang Batulawang Cipanas

Dengan perannya itu, ulama juga didorong untuk menghadirkan hal-hal yang baik di ruang publik sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap umat.

"Ketika rasul menyampaikan 'siapa yang bisa menjamin sesuatu di antara kedua gerahamnya dan di antara dua pahanya dijamin masuk surga.' Di antara dua geraham itu ya semua ujaran-ujaran kita. Semua hal yang diproduksi dengan tangan, lisan, dengan apapun yang dikonsumsi orang banyak. Itu menurut saya penting."

Selain itu, TGB juga meminta para tokoh dan ulama untuk mengedepankan prinsip washathiyah terutama bersikap proporsional dalam menghadapi media sosial.

Baca Juga: BKN: Ada 51.293 Peserta PPPK Tahap I Lulus Seleksi 2019 bisa Ditetapkan Nomor Induknya

Bersikap proporsional dinilai menjadi implementasi pertanggungjawaban yang paling konkret bagi para ulama untuk merawat iklim keberagamaan yang sehat di Indonesia dengan konteks heterogenitasnya yang kompleks.

Lebih jauh TGB mendorong para ulama dan tokoh untuk mrmbangun silaturahmi dan komunikasi sebagai salah satu langkah untuk menghindari defragmentasi dan ketegangan.

Dengan cara itu, iklim dakwah di media sosial akan semakin sehat dan konstruktif sehingga semua pihak dapat lebih optimistis dalam memanfaatkan media sosial sebagai hasil sarinkemanjuan ilmu dan teknologi.

Baca Juga: SIM Keliling Polres Sumedang Layani Perpanjangan Selama Seminggu Mulai Besok, Ini Lokasinya

"Kalau antara tokoh itu membangun komunikasi yang baik, itu akan mengurangi beban sosial yang masyarakat rasakan. Kan, kalau sekarang para tokoh yang bermasalah, akhirnya yang mendapat tekanan itu masyarakat. Sudah waktunya para tokoh membalas jasa pengikut mereka yaitu dengan merilis atau melepaskan ketegangan, konflik-konflik yang terjadi di tengah masyarakat karena ulah mereka, yaitu dengan mambangun silaturahmi dan komunikasi," kata dia.

Dahlan Iskan: Fenomena ‘Sukuisme’ di Sosmed

Senada dengan TGB, Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang menjadi narasumber dalam webinar menangkap adanya gejala polarisasi dalam konteks yang lebih luas dengan menyebut fenomena ini sebagai sukuisme.

Baca Juga: Kabar Gembira Nih Buat Ibu-ibu, Belanja Sayuran dan Bumbu Dapurnya Lewat Aplikasi Pasar Pintar Aja

Menurutnya, potret sukuisme ini jamak ditemui di grup-grup WhatsApp di mana setiap orang tergabung dalam grup yang beranggotakan kelompok orang dengan pandangan serupa, baik pandangan politik, keagamaan, dan lain-lain.

"Sukuisme baru dalam grup WhatsApp kecenderungannya adalah orang yang ada di grup itu satu ide, satu pandangan. Keberadaan grup-grup itu saya amati semakin mensolidkan eksistensi masing-masing kelompok," kata Dahlan.

Keberadaan kelompok-kelompok yang tersegmentasi ini dipandang Dahlan juga bakal terjadi di dunia dakwah.

Baca Juga: Moeldoko Minta Aa Gym Jadi Orang Pertama yang Divaksin Covid-19

Kemajuan teknologi yang membuat setiap orang dapat memproduksi narasi dakwah sesuai kehendak pribadinya membuat setiap tokoh agama akan memiliki pendengar dan pengikutnya masing-masing, sehingga ketersekatan dan bentuk narasi yang majemuk masih akan dijumpai.

"Seperti apa dakwah yang akan mengena di hati masyarakat di masa depan? Tentu dakwah model apa pun akan mempunyai jemaah. Model yang keras, model agak lunak, semua model akan memiliki jemaahnya sendiri-sendiri. Menjadi tersekat-sekat," ujar Dahlan.***

Editor: Atep Abdillah Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler