75 Desa di Kab. Bandung Blankspot, Hentikan Kurikulum Pendidikan Secara Penuh Sekarang Juga

15 November 2020, 11:45 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menegaskan soal relaksasi dana BOS di depan para tenaga pendidik di Soreang Kabupaten Bandung, Sabtu 14 November 2020 /Zaenal Mutaqin/Literasi News

Literasi News – Di Wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ada 75 desa yang tidak terakses internet (blankspot). Kondisi ini menjadi penghambat proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau pembelajaran secara daring yang diberlakukan pemerintah selama masa pandemi Covid-19.

“Laporan dari Pak Kadis (Kepala Dinas Pendidikan Kab. Bandung, Juhana) dari sekian banyak desa di Kabupaten Bandung ini ada 75 desa yang tidak ada akses internetnya, blankspot,” ujar Ketua Komisi  X DPR RI, Syaiful Huda dalam kegiatan Workshop Pendidikan di Kec. Soreang, Sabtu 14 November 2020.

Baca Juga: Tekan Kemiskinan, Anggaran Bantuan Sosial Ditambah Rp30,5 trilliun, Tahun 2021 Jadi Rp91 Triliun

Dikatakan, semua langkah sudah ditempuh tetapi tidak membuahkan hasil sehingga jaringan internet tetap tidak bisa masuk ke desa-desa tersebut. Melihat kondisi itu, harus ada kebijakan khusus dari pemerintah daerah setempat agar proses belajar mengajar tetap bisa berlangsung sekalipun tidak maksimal.

“Artinya pasti ada kebijakan khusus dari pemda,” ujar dia.

Sejak pandemi Covid-19 semakin merebak, yang kemudian menjadi hambatan ruang gerak semua orang karena alasan kesehatan, ranah pendidikan pun terimbas cukup signifikan.

Baca Juga: Bisakah Dana BOS Dibelanjakan Smartphone untuk PJJ? Komisi X: Sangat Amat Bisa

Meski kemudian pemerintah mengeluakan kebijakan pembelajaran secara daring sebagai solusi agar proses pembelajran tetap berlangsung, tetapi tetap saja materi kurikulum 2013 tidak bisa terlaksanakan secara penuh.

Maka, kata Huda, setelah Komisi X beserta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan rembukan, dihasilkan tiga opsi terkait kurikulum. Pertama, kurikulum pendidikan 2013 dilaksanakan secara penuh; kedua diberlakukan kurikulum darurat atau kurikulum adaptasi; dan ketiga kurikulum yang sepenuhnya menurut hasil inisiatif masing-masing sekolah.

Baca Juga: Prancis Kalahkan Portugal, Pastikan Satu Tiket ke Empat Besar UEFA Nations League

Huda menegaskan, pemerintah pusat tidak akan mempersoalkan optimalisasi pelaksanaan kurikulum-kurikulum tersebut, karena dampak wabah corona ini yang membuat semua hal menjadi darurat. Terlebih untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau sinyal internet karena PJJ sepenuhnya bergantung pada ketersediaan infrastruktur IT.

“Terkait pelaksanaan PJJ yang belum efektif, kita mewajarkan itu. Sekolah tidak lagi harus ada kewajiban melaksanakan 100persen target pendidikan kurikulum,” tegasnya.

Ia pun bertanya kepada para tenaga pendidk yang hadir dalam kegiatan tersebut mengenai capaian pelaksanaan kurikulum pendidiikan di Kabupaten Bandung selama masa pandemi ini.

Baca Juga: SIM Keliling di Sidoarjo Hari Ini, Hanya 2 Jam Saja

Hampir semua guru menjawab pelaksanaan kurikulum rata-rata 40persen. Huda pun mengaku, dirinya memuji jika benar di Kabupetan Bandung mampu mencapai 40persen untuk pelaksanaan kurikulum pendidikan, karena di daerah lain se-Indonesia rata-rata hanya 25 sampai 30persen saja.

“Rata-rata menggunakan opsi yang mana? Darurat semuanya? Saya setuju. Kalau masih ada yang menerapkan kurikulum yang penuh, segera hentikan. Stop saja karena anak pasti depresi, orang tuanya jadi pemarah di rumahnya masing. Tidak ada kewajiban melaksanakan kurikulum penuh, semampunya guru-guru saja,” tegas anggota Fraksi PKB ini.

Baca Juga: Diguyur Hujan Deras Terus Menerus, Banjir dan Longsor Landa Wilayah Selatan Cianjur

Jika di Kabupaten Bandung kebanyakan menggunakan kurikulum adaptasi, berarti sudah sesuai dengan keinginan kemendikbud dan Komisi X DPR.

Ia pun menyayangkan masih adanya sekolah-sekolah, terutama di kota-kota besar yang masih keukeuh memaksakan menggunakan kurikulum 2013, karena berisiko menjadi tekanan secara psikologis bagi siswa, orang tua, termasuk gurunya itu sendiri.

“Risikonya adalah banyak siswa dan orang tua stress karena pembelajaran tatap muka tiba-tiba dialihkan dengan media daring. Itu yang tidak diperbolehkan sesungguhnya. Makanya kami setuju dengan yang menggunakan kurikulum adaptasi atau kreativitas sekolah,” katanya.***

Editor: Atep Abdillah Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler