Tantangan Budaya Literasi Sekolah di Tengah Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi

- 22 September 2020, 12:10 WIB
Prof. Dr. Riswanda Setiadi, M.A dalam pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia 06 Agustus 2020.
Prof. Dr. Riswanda Setiadi, M.A dalam pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia 06 Agustus 2020. /DOK. HUMAS UPI/

Tetapi kita patut bersyukur karena pemerintah segera memberikan respons dalam bentuk Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang gencar disosialisasikan dan diimplementasikan di banyak sekolah di Indonesia.

Dalam konteks kebahasaan di Indonesia, memang banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengukur tingkat literasi individu atau masyarakat, baik faktor sosial, budaya, ekonomi dan akademik. Faktor-faktor ini tampaknya juga saling terkait.

Salah satunya adalah ketersediaan bahan bacaan di lingkungan rumah, sekolah dan tempat-tempat lain yang memungkinkan individu-individu melakukan berbagai kegiatan literasi. Faktor ini yang memungkinkan terbentuknya sebuah “print-rich environment”, yakni lingkungan yang dapat merangsang anak-anak atau orang dewasa untuk tetap dengan bahan bacaan. Faktor kedua adalah praktek literasi di lingkungan rumah.

Data menunjukkan bahwa apabila anak-anak sudah dipersiapkan sejak dini dalam kegiatan literasi di lingkungan rumah, maka mereka siap secara akademik dan mental pada saat memasuki usia sekolah (Dean, 2000). Dua faktor terakhir adalah pengajaran dan kondisi ekonomi.

Sekolah dan guru seringkali menjadi faktor yang menentukan keberhasilan anak-anak dalam mempraktekkan kegiatan literasi sehari-hari untuk berbagai tujuan dan kebutuhan.

Meskipun sekolah merupakan tempat yang mendorong setiap anak untuk membaca dan menulis, namun mereka akan gagal menjadi manusia literat apabila guru, kepala sekolah dan orang dewasa di lingkungan sekolah tidak menjadi model bagi mereka dalam kegiatan literasi.

Faktor terakhir adalah kondisi ekonomi yang sering dikaitkan dengan daya beli dan akses masyarakat ke sumber-sumber bacaan.

Namun demikian, kita tidak dapat memungkiri bahwa kehadiran teknologi informasi dan komunikasi beserta sistem dan perangkat canggihnya telah mengalihkan perhatian manyarakat dari bahan bacaan ke layar-layar plastik magis yang lebih menarik, baik sebagai komputer, laptop, handphone, dan lain-lain.

Sebagian besar masyarakat yang semula tidak terbiasa dengan kegiatan literasi kini sudah mengalihkan perhatian ke sarana untuk mencari informasi sesuai dengan kebutuhan mereka.

Praktik literasi tetap berjalan dengan teknologi ini, tetapi tetap saja mereka jauh dari bahan bacaan cetak. Di banyak negara maju dan literat seperti Finlandia, Amerika Serikat, dan Jepang, kehadiran teknologi informasi dan komunikasi ini tidak menyurutkan individu-invididu untuk tetap membaca dan menulis secara tradisional.

Halaman:

Editor: Zaenal Mutaqin

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x