Kala Jurnalis Ikut Berperan Menciptakan Berita Berkualitas untuk Masa Depan Lingkungan Hidup

29 Agustus 2023, 12:00 WIB
Jurnalis senior Deni Yudiawan memaparkan materi Eco Journalism dalam Journalist Camp PRMN X Eiger 2023. /Dok PRMN

Literasi News - Isu seputar lingkungan hidup di berbagai belahan dunia tak terkecuali di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir mendapat perhatian tinggi dari pengguna internet atau netizen di media sosial kita.

Terbaru isu lingkungan hidup yang mendapat sorotan cukup tinggi adalah soal polusi udara yang memburuk di Jakarta. Lalu bagaimana seorang jurnalis menjelaskan fenomena ini kepada khalayak?.

Jurnalis senior asal Bandung Deni Yudiawan mengupasnya dalam sesi materi Sosio Eco Journalism dalam acara Journalist Camp 2023 yang diprakarsai Pikirian Rakyat Media Network (PRMN) dan Eiger.

Baca Juga: Bagaimana Seharusnya Jurnalis Mempersiapkan Liputan di Alam Bebas

Journalist Camp 2023 yang mengusung tema Inovation, People, & Culture ini diikuti puluhan pemimpin redaksi media di ekosistem PRMN di wilayah Jawa Barat. Event kolaborasi perdana PRMN dan Eiger ini dilaksanakan di Sari Ater Campervan, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang  Kami, 24 Agustus 2023.

Antusias peserta Journalist Camp mengikuti materi Sosia Eco Journalism. Dok PRMN

Pertama-tama, Deni Yudiawan membeberkan fakta hasil riset yang Google Indonesia yang dirilis tahun 2022 lalu, yang didalamnya memuat perilaku bagaimana kecenderungan netizen mencari di laman mesin pencari.

Pria yang saat ini bekerja di Google News Initiative ini menjelaskan berdasarkan hasil riset Google Indonesia ini menunjukan demand atau permintaan netizen Indonesia terhadap isu lingkungan dalam kurun dua tahun terakhir.

"Fenomena meningkatknya pencarian terrhadap isu lingkungan tidak bisa terlepas dari peristiwa pandemi Covid-19 yang menerjang seluruh belahan dunia "Pandemi ini mengubah semuanya," kata Deni.

Pertama, adalah bagaimana orang mulai mencari Identitas diri, "Setelah pandemi masyarakat mencari identitas, yang saya inginkan yang saya butuhkan apa? jadi keinginan sebelum dan sesudah Pandemi itu beda, berubah,"  kata Dosen di Prodi Sastra Inggris di Universitas Pasundan (Unpas) Bandung itu.

Baca Juga: Warga Korsel Menggelar Unjuk Rasa, Tolak Pembuangan Air Limbah yang Terkontaminasi Nuklir Jepang

Kedua, peningkatan kapasitas diri, disaat pekerjaan sulit dicari tapi internet mudah diakses, karena itu netizen berlomba-lomba ikut kelas atau kursus secara daring.

"Orang banyak mencari sesuatu di internet untuk meningkatkan kapasitas diri, berani beli kelas, beli kursus dan itu laku banget," ujar dia.

Dan yang ketiga adalah keinginan tentang budaya lokal yang meningkat, ia mencontohkan kondisi di Bali saat pasca pandemi yang banyak dikunjungi wisatawan Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dengan keadaan ekonomi yang sulit.

"Ingin mencari tahun tentang budaya lokal, kenapa? Karena duitnya udah gak ada, orang mau main keluar (negeri) duitnya terbatas, banyak mencari apa yang ada di daerahnya," papar dia.

Keceriaan peserta Journalist Camp PRMN X Eiger 2023. Dok PRMN

Yang paling menarik, Deni mengungkapkan, adanya fakta disaat orang mencari identitas diri tadi, pencarian kata kunci 'healing' di mesin pencari Google meningkat drastis.

"Pencarian tentang healing tinggi banget meningkat 200 persen, meningkat dari tahun-tahun kemarin, jadi orang itu benar-benar pingin healing," imbuh dia.

Selanjutnya, soal value atau nilai. Nilai yang dicari masyarakat pasca pandemi, mencari normal dalam masa new normal di saat sulitnya ekonomi. Sehingga nilai tetap dicari dengan cara yang hemat.

"Ekonomi susah, duit udah seret, gimana duit yang sedikit tapi mendapat value yang banyak, makannya thrifting naik, glamping naik, pokoknya sesuat yang bisa hemat tetapi dia mendapat value yang lebih," ungkap Deni.

Efeknya secara langsung adalah ke lingkungan, generasi muda dilihat berdasarkan data BPS jumlahnya mencapai 60 persen dan orang orang muda sekarang sangat peduli lingkungan.

"Contoh soal polusi, kan setiap tahun juga polusi kenapa ramai sekarang? karena Ada preasure dari generasi muda yang mulai sadar lingkungan kemudian diramaikan di media sosial," lanjut dia.

Kemudian, joy atau kesenangan, karena stress akibat pandemi orang mencari hiburan dan salah satunya adalah beraktivitas ke alam bebas terutama yang paling tinggi dilakukan generasi muda.

Demand itu muncul menjadi sebuah fenomena, seperti soal polusi, kemudian soal kendaraan listrik. Termasuk fenomena Pandawara group, sekelompok pemuda yang peduli akan lingkungan dengan aktivitas membersihkan sampah di tempat umum.

"Seperti Pandawara, mana ada satu grup yang hanya beberapa orang mengajak ribuan orang yang pemerintah juga belum tentu bisa," terang Deni.

Sosio Eco Journalism

Dari fenomena soal isu lingkungan ini, jurnalis bertugas memberikan gambaran kepada masyarakat, agar masyarkat bisa memutuskan sesuatu yang terbaik untuk dirinya sendiri berdasarkan data dan fakta.

Mereka bisa memutuskan yang terbaik untuk dirinya sendiri, bagaimana bisa memutuskan kalau tidak ada data dan fakta.

Yang paling dekat seperti kasus polusi udara, dimana masyarakat terkadang salah membaca indikator kebersihan udara di aplikasi Air Quality Index (AQI).

Masyarakat seharusnya diberikan informasi bagaimana membaca sebuah indikator, apakah indikator itu tergantung alat, alat itu disimpen dmna.

"Saat polusi udara masyarkat harus melakukan apa? Hal-hal seperti itu pencariannya tinggi sayang kalau informasi yang di provide kita itu tidak muncul," katanya.

Kualitas Informasi Tak Kalah Penting

Kualitas informasi yang disajikan, data Jabar Saber Hoaks sebelum pandemi tahun 2019, hoaks yang paling tinggi adalah soal bencana alam setelah isu politik.

"Tingkat literasi masyarakat yang rendah dikasih informasi yang banyak tentang bencana alam, bencana alamnya di China diklaim di Cianjur," ungkapnya.

Sebelum menutup materinya Deni berpesan kepada peserta Journalist Camp tentang pentingnya memperkaya isi konten berita terutama mengenai kenapa dan bagaimana tentang sebuah peristiwa dalam berita.

"Bentuk-bentuk informasi yang valid yang harus diverifikasi, karena pertahanan jurnalisme ada di verifikasi. Karena itu perlu diperdalam why dan how, seharunya itu informasi yang lebih banyak disitu. Meskipun konten kreator banyak tetapi informasi berkualitas tetap dibutuhkan," pungkas dia.***

Editor: Abdul Rokib

Tags

Terkini

Terpopuler