PC PMII Kota Bandung Kritisi Soal Krisis Ketahanan Pangan di Jawa Barat

- 28 September 2020, 22:19 WIB
Unjukrasa Mahasiswa PMII, Anggota Komisi II DPRD Jabar, Asep Suherman menanggapi aspirasi soal krisis ketahanan pangan di Jawa Barat.  (Dok: LiterasiNews)
Unjukrasa Mahasiswa PMII, Anggota Komisi II DPRD Jabar, Asep Suherman menanggapi aspirasi soal krisis ketahanan pangan di Jawa Barat. (Dok: LiterasiNews) /

LiterasiNews - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bandung, berunjukrasa di depan Gedung Sate dan DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Senin 28 September 2020.

Dalam orasinya, mereka menilai lemahnya peran pemerintah Jawa Barat dalam mengendalikan pertumbuhan alih fungsi lahan sawah dan hutan.

Baca Juga: Catat, 8 Calon Kepala Daerah Ini Janjikan Kesejahteraan Guru Ngaji dengan Kartu PUMR

"Hal itu berakibat pada konflik agraria antara negara dengan rakyat, atau korporasi dengan rakyat," ujar Acep Jamaludin, koordinator aksi.

Di lain pihak, lanjut dia, konflik agraria yang melibatkan aparat represif negara, tak ubahnya mengembalikan sistem Dwifungsi ABRI di masa orde baru.

Baca Juga: Badak Makin Langka, 2 Jenis Badak di Indonesia Terus Dijaga

"Dalam hal penguasaan tanah-tanah yang bersengketa, melibatkan para aparat bahkan sering terjadi kekerasan yang melibatkan aparat untuk memukul mundur para petani yang berkonflik," terangnya.

Selain itu, alih fungsi lahan yang semakin masif, berdampak pada alih pekerjaan petani, rendahnya tingkat penyelesaian sengketa lahan pertanian dan kehutanan serta tidak adanya skema jaminan kesejahteraan bagi petani.

"Itu menjadi penyebab utama tingginya angka kemiskinan masyarakat pedesaan di Provinsi Jawa Barat," tegasnya.

Baca Juga: Kemenag Bangun Lingkungan Kerja Inklusif di Madrasah yang Libatkan Penyadang Disabilitas

Sementara terkait kedaulatan pangan, jelas dia, Omnibus Law RUU Cipta Kerja semakin berupaya meliberalisasi sektor pangan, yakni dengan mengadopsi kebijakan pasar bebas yang didorong oleh WTO. 

"Di tengah situasi pelaksanaan reforma agraria dan kedaulatan pangan yang carut marut, petani, nelayan, dan masyarakat adat di Indonesia juga dihadapkan oleh ancaman dari Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja," katanya.

Baca Juga: Gempa M 4,2  Hampir Tak Dirasakan Warga dan Wisatawan, Aktifitas Mereka Tetap Normal

RUU yang saat ini tengah dalam pembahasan di DPR-RI, lanjut dia, sangat berpotensi mengancam pelaksanaan reforma agraria dan kedaulatan pangan di Indonesia.

Terkait reforma agraria, jelasnya, Omnibus Law (RUU Cipta Kerja) justru memuat ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan UUPA 1960, seperti penambahan Hak Guna Usaha (HGU) hingga 90 tahun, pembentukan ‘Bank Tanah’, dan pasal-pasal lainnya.

Baca Juga: Luncurkan Kartu PUMR, Cara PKB Jabar Hindari Politik Uang di Pilkada

"Di mana Ridwan Kamil akan mengeluarkan peraturaran gubernur yang mengizinkan hak guna usaha lahan milik Pemda Jabar sebagai upaya pendistribusian lahan, yang jelas bertentangan dengan undang-undang pokok agraria," tegasnya.

Selain itu perangkat penunjang keberlangsungan pertanian seperti pupuk subsidi, saat ini malah terjadi kelangkaan di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat.

Baca Juga: Bukan Cuma Ngetop dengan K-Pop-nya, Korea Juga Garap 167ribu Hektar Hutan Indonesia

Masalah langkanya pupuk bersubsidi ini, menurutnya terkait regulasi Pergub Jabar yang berbelit-belit dan tidak menyederhanakan permasalahan dan berdampak besar bagi petani dan kedaulatan pangan.

Kemudian masalah perangkat pokok pertanian yang paling mengancam keberlangsungan hidup petani yaitu pendistribusian hasil bumi yang tidak menunjang petani itu sendiri.

"Bahkan harga-harga hasil bumi akhir-akhir ini anjlok di pasaran hingga menyebabkan banyak kerugian bagi para petani," katanya.

Baca Juga: Kembangkan UMKM, Kemendag akan Gandeng Facebook Group

Melihat banyaknya persoalan agraria dan pertanian, tegas dia, Pemprov Jabar dikabarkan tengah menyiapkan gugus tugas tim reforma agraria, tetapi keberadaanya kurang jelas, bahkan cukup rawan dengan penyelewengan kebijakan.

"Justru dapat menguntungkan para elit ekonomi kelas atas," katanya.

Atas semua persoalan itu, lanjut Acep, pihaknya menuntut penyelesaian konflik agraria dan segera pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada para petani kecil.

Baca Juga: Di Kabupaten Cirebon : Sembuh Covid Bertambah 208 orang, Penambahan Kasus Positif Covid 39 orang

Lanjutnya, segera hentikan Pergub Jabar tentang Hak Guna Usaha (HGU) yang bertentangan dengan Undang-undang pokok agraria.

"Hentikan praktek dwi fungsi ABRI dalam penyelesaiaan konflik dan reforma agraria," tegasnya.

Juga, lanjut dia, sederhanakan regulasi yang mengatur pupuk bersubsidi di Jawa Barat, sekaligus pemerintah harus melindungi petani terkait distribusi hasil bumi agar terjadi kesejahteraan untuk petani.

Baca Juga: Selain Penyedap Makanan, Micin Bisa Bermanfaat Untuk Tanaman Anda

"Transparansikan tugas dan akuntabilitas tim gugus tugas reforma agrarian Provinsi Jawa Barat," pungkasnya.

Saat beraksi di depan gedung DPRD, massa diterima Anggota Kmisi II DPRD Jabar, Asep Suherman.

Baca Juga: Gabung di BUMN yuk, PT Kawasan Industri Wijayakusuma Buka Loker

Dalam keterangannya, Asep mengaku pihaknya mengapresiasi aspirasi yang disampaikan PC PMII Kota Bandung.

"Kami siap menindaklanjuti aspirasi sahabat-sahabat, karena ini senafas dengan tugas dan fungsi kami di Komisi II," tegas politisi PKB ini.***

Editor: Atep Abdillah Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x