Mencermati Gaya Kampanye ‘Cerdas’ di Pilkada Kabupaten Bandung 2020

15 Oktober 2020, 22:52 WIB
Penetapan nomor urut Pilkada Kabupaten Bandung. /Pikiran-rakyat.com/Handri Handriansyah/

Literasi News – Tanggal 9 Desember 2020 merupakan ‘Grand Final’ penentuan pemenang rebutan kursi bupati/wali kota di delapan daerah di Jawa Barat. Satu di antaranya, adalah Kabupaten Bandung.

Lingkar Studi Informasi dan Demokrasi (eLSID), sebuah lembaga survey politik di Jawa Barat yang kerap hadir di setiap momen pesta demokrasi, baik Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur/Bupati-Wali Kota, juga Pemilu Legislatif (Pileg).

Kali ini Lembaga tersebut menyoroti Pilkada Kabupaten Bandung, di mana ada tiga pasangan calon yang bersaing ketat dalam meraih kursi Bupati-Wakil Bupati untuk periode 2020-2024. Ketiganya adalah Kurnia Agustina – Usman Sayogi (Paslon Nomor 1), Yena Iskandar Masoem – Atep (Paslon nomor 2), dan, Dadang Supriatna – Sahrul Gunawan (Paslon Nomor 3).

Baca Juga: 4 Makanan Alami ini dapat Meredam Stres atau Depresi

Kurnia Agustina-Usman Sayogi diusung Partai Golkar (11 kursi DPRD) dan Partai Gerindra (7 kursi). Yena Iskandar Masoem-Atep diusung PDI Perjuangan (7 kursi) dan Partai Amanat Nasional (PAN, 4 kursi). Kemudian pasangan Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan, diusung Partai NasDem (5 kursi), Demokrat (5 kursi), dan PKS (10 kursi).

Direktur eLSID, Dedi Barnadi menilai, ketiga pasangan calon tersebut memiliki keunggulan masing-masing yang bisa menjadi modal kekuatan politiknya untuk melanjutkan kursi kekuasaan Dadang Naser – Gun Gun Gunawan.

“Semuanya punya modal kekuatan, baik dari sokongan kursi parpol pengusung maupun program yang disosialisasikan. Tapi tentu masing-masing punya keunggulannya sendiri,” kata Dedi, di Bandung, 15 Oktober 2020.

Baca Juga: Proses Pencairan Tahap III Bantuan Pesantren & Pendidikan Keagamaan Rp578,62 M mulai Pekan Depan

Dari sisi gerakan politik secara struktural yang berhimpun menjadi Tim Pemenangan di masing-masing kubu calon, sudah pasti dijadikan modal dasar untuk menjaring suara, dengan model penjaringan suara secara tertutup maupun terbuka. Bahkan saat ini, sebagian pergerakan gerakan tersebut bisa diamati di dunia maya melalui platform digital baik media sosial mapupun website.

“Masing-masing paslon beserta timnya tentu akan berusaha untuk menjaring potensi suara dengan menyuguhkan konten-konten naratif di media baik berupa teks, visual, infografik, termasuk video, yang sifatnya berupa ajakan langsung untuk mendukung atau dengan mewacanakan narasi-narasi persuasif,” ujar Dedi.

Dari tiga pasangan calon tersebut, Dedi menilai ada keunikan tersendiri dari gerakan politik yang dilakukan oleh paslon nomor urut 1, yakni Kurnia Agustina, atau kerap disebut Teh Nia. Ia menilai sosialisasi politik yang dilakukan Kurnia Naser lebih implementatif melalui Gerakan Indung Bandung-nya, sebuah gerakan budaya dan ekonomi kreatif.

Baca Juga: Cegah Banjir, Pendamping Desa Harus Dorong Pemerintah Desa untuk Bangun Embung

“Gerakan Indung Bandung ini, saya menilainya lebih elegan karena substansinya lebih ke gerakan penyadaran budaya sekaligus membangun mindset (pola pikir) produktif masyarakat Kabupaten Bandung ke depan. Dan gerakan ini riil, faktanya bisa ditelusuri di laman website atau di media-media sosial,” tegas Dedi.

Menurutnya, dalam gerakan tersebut tidak ditemukan sentimen negatif, semua diisi dengan narasi positif untuk menyadarkan kembali rasa kepemilikan masyarakat Kabupaten Bandung akan tanah kelahirannya atau tempat yang ditinggalinya saat ini.

Begitu pula gerakan ekonomi yang dilakukan oleh The Nia ini, yang mengkampanyekan untuk mendahulukan produk lokal dan gerakan belanja ke warung tetangga dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekundernya.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Bukan Solusi, Tuntut Tanggungjawab Presiden, DPR RI, Gubernur dan DPRD Jabar

Terlebih pandemi global Covid-19 yang sudah berjalan hampir satu tahun ini, telah melumpuhkan hampir semua sendi kehidupan, terutama ekonomi. Dan krisis ekonomi yang terjadi saat ini lebih parah dari krisis ekonomi di masa reformasi, di mana pada saat itu hanya korporasi besar yang terdampak, sedangkan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih relatif stabil saat itu.

“Tapi sekarang lain ceritanya, krisis akibat pandemi sudah menembus ranah UMKM. Nah ini saya kira sangat tepat dengan strategi yang diambil oleh calon nomor satu melalui gerak lokalnya, yakni mendorong masyarakat untuk memprioritaskan produk lokal dan belanja ke warung tetangga. Dengan cara seperti inilah sektor UMKM bisa bertahan. Terlebih yang dilakukannya kan bukan Cuma mengumbar janji, tetapi membantu secara langsung agar produksi sampai pemasarannya bisa berjalan,” papar Dedi.

Baca Juga: Langkah Ini yang Harus Dilakukan Agar Anak-anak Tidak Lagi Ikutan Demo

Merespon soal parpol pengusung, menurutnya paslon nomor 3, Dadang Supriatna – Sahrul Gunawan memiliki kekuatan terbesar karena disokong oleh 20 kursi. Menurutnya, sederetan parpol pengusung tersebut merupakan modal awal yang bagus bagi paslon ini.

“Tetapi kuantitas kursi ini jangan sampai tidak ekuivalen (berbanding lurus) dengan kualitas gerakan politik yang dibangunnya, apakah memberikan pencerahan bagi masyarakat, atau sekedar mewacanakan janji saja. Itu yang penting untuk diperhatikan,” tegasnya.

Begitu pula dengan pasangan nomor 3, Yena Iskandar – Atep, yang diusung PDIP dan PAN. Kedua parpol ini sudah cukup mengakar di Kabupaten Bandung. Yena Iskandar sendiri merupakan sosok perempuan yang lahir dari keluarga Al Masoem, sebuah koorporasi keluarga terbesar yang bebasis di Bandung Timur. Dan dia disokong oleh Atep sang mantan pemain Persib Bandung, yang pernah jadi idola bobotoh pada masa kejayaannya.

“Tapi semua itu kembali lagi pada program politik yang dilakukannya saat ini, apakah selaras dengan visi misi pembangunannya ke depan?” ujar Dedi.

Baca Juga: P3C: 'Kang Emil, bantulah Cirebon menjadi provinsi baru'

Menurutnya, umbar janji kesejahteraan dalam setiap hajat demokrasi, tidak lain hanya sekedar rekaman lama yang sering diputar ulang oleh para politisi dari level Pilkades sampai Pilpres, termasuk juga Pileg. Padahal, semakin hari sikap kritis masyarakat semakin kuat, alias tidak gampang begitu saja terbuai dengan janji-janji calon.

“Apalagi kalau mengumbar isu-isu negatif untuk menjatuhkan lawan, ini lebih bahaya lagi. Gaya kampanye seperti ini justru akan lebih mudah membuka pintu kekalahan bagi si calon bersangkutan. Mungkin ada satu atau dua orang yang terpengaruhi, tapi jangan salah ada seribu orang yang mengerti. Kalau masyarakatnya sudah cerdas, berarti mereka butuh asupan-asupan program yang lebih cerdas,” pungkasnya.***

Editor: Atep Abdillah Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler