Perda Pesantren Dari Santri Untuk Kemajuan dan Kemandirian Pesantren di Jabar

25 Januari 2021, 08:08 WIB
Ketua pansus Perda Pesantren DPRD Jabar H.Sidkon Djampi /Zenal Mutaqin/

Oleh : H.Sidkon Djampi
Ketua Pansus Perda Fasilitas Ponpes F- PKB DPRD Jawa Barat

Mungkin jika didata sudah lebih dari jutaan orang yang merasakan telah mendapatkan pengajaran dari pondok pesantren.

Berdasarkan catatan sejarah, pesantren sudah ada sebelum republik ini berdiri.

Pesantren jika digali secara harfiah adalah tempat bernaungnya para santri dalam mencari ilmu agama serta kehidupan. Pondok pesantren adalah lembaga paling penting bagi Islam tradisional di Bumi Nusantara, yang pada umumnya terletak di daerah perdesaan terpencil atau di daerah pinggiran perkotaan.

Pemisahan dari kehidupan duniawi, kemudian mendorong santri untuk memusatkan perhatianya pada studi keagamaan dan menempuh kehidupan dengan penuh keprihatinan.

Di pesantren, santri tidak hanya ditempa ilmu agama, tetapi santri dididik menjadi pribadi yang mandiri, seperti halnya harus rela jauh dari orang tua dan sanak saudara, seperti mencuci sendiri, mengatur keuangan sendiri, tidur hanya beralasakan tikar, yang bahkan satu kamarpun bisa 10 hingga 20 santri.

Santri benar-benar ditempa untuk adaptif dengan lingkungan. Termasuk dalam kegiatan belajar mengajar, metode pondok pesantren memiliki kekhasannya sendiri yang sudah lama mentradisi.

Penekanannya pada pembacaan kitab dan penghafalan yang sering kali lebih diutamakan dari pada pemahaman maknanya.

Bandongan adalah metode di pondok pesantren yang paling banyak diterapkan, di mana sekelompok santri duduk di lantai mengelilingi sang guru yang membaca dan menjelaskan naskah-naskah berbahasa Arab.

Standar yang diajarkannya adalah kitab kuning yang berisi petikan dan komentar tentang Al-Qur'an dan Hadist, serta ketetapan hukum dan etika.

Bagi santri pemula, membaca Al-Qur'an serta dasar-dasar hukum Islam dengan metode belajar sorongan, diajarkan oleh para santri senior.

Sementara santri yang sudah memahami dasar akan belajar lebih sulit, seperti belajar ilmu nahwu sharaf atau tata bahasa Arab, fiqih, tahuhid, kajian hadist dan taswuf, yang bersumber dari kitab klasik atau kitab kuning.

Uniknya, rata-rata pondok pesantren tidak melakukan ujian tertulis atau pun kurikulum terperinci. Jika santri dianggap telah menguasai kitab yang ditentukan, mereka akan diizinkan naik level ke kelas yang lebih atas.

Termasuk dalam kemandirian ekonomi, biasanya santri menggarap lahan pertanian milik kyai atau mengatur warung yang diperuntukkan bagai kebutuhan para santri.

Sementara tokoh sentral di pondok pesantren adalah kyai. Peranannaya begitu banyak, di mana kyai dituntut harus menjadi seorang cendekia, guru, sekaligus pembimbing sepiritual. Bahkan seringkali kyai bertindak sebagai penjaga iman, penghibur dan sekaligus pendekar di mana otoritas kyai bersifat mutlak. Santri, kadang termasuk juga masyarakat sekitar di luar santri akan tunduk pada keputusan seorang kyai.

Nasionalisme

Soal nasionalisme, santri tidak perlu diragukan lagi karena dalam dirinya sudah menyerap doktrin Hubbul Wathon Minal Iman (Mencintai negara bagian dari Iman).

Doktrin tersebut tak pernah berhenti ditanamkan dalam pengajaran di pesantren. Doktrin nasionalisme ini sejatinya adalah keikhlasan merawat dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di mana peranan kemerdekaan dan keberlangsungan bumi pertiwi ini tidak lepas dari kiprah para kyai dan santri.
Hal itu bisa dibaca di berbagai literatur atau buku-buku yang menceritakan perjuangan pesantren dalam kemerdekaan NKRI.


Menurut Ketua PP Lakpesdam PBNU, KH. Agus Sunyoto, dalam pengajaran pesantren berbeda jauh dengan pendidikan formal. Selain pesantren menerapkan pola pengasuhan dan keteladanan, santri juga diajarkan menjadi pribadi yang berakhlakulkarimah yang merdeka.

Pesantren sebagai sistem pendidikan yang integral dari elemen-elemen kebudayaan Nusantara, seperti sistem bahasa, pengetahuan, teknologi peralatan, kesenian, hukum, mata pencaharian, religi, kekerabatan dan sistem organisasi kemasyarakatan.

Semua sistem itu sudah berkembang sejak ratusan tahun silam, yang telah mengatur kehidupan manusia Indonesia dalam bertindak serta berhubungan dengan sekitranya.


Pesantren sejak lama sudah menjadi bagian dari elemen kebudayaan nasional. Sekalipun dimarjinalisasi selama seabad lebih oleh konsep pendidikan barat yang sangat hegemonik, pesantren tetap mampu bertahan menjaga eksistensinya di tengah perubahan sistem kehidupan hingga perubahan di era revolusi industri 4.0 saat ini.

KH Agus Sunyoto juga mengungkap bahwa pola pendidikan pesantren merupakan hasil pengembangan dari sistem pendidikan kuno pada masa kerajaan Majapahit, yakni pola dukuh dan asrama.

Pola pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan dikembangkan oleh para ulama masa lalu dalam mendakwahkan ajaran agama dalam bentuk pendidikan pesantren.

Hingga saat ini sistem pendidikan pesantren terus berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam yang disebut tarbiyyah wa ta'lim, yaitu Ma'rifat (Kaweruh) dan aspek pengetahuan Awal (nalar) yang diselaraskan.

Dengan tarbiyyah, potensi intuisi manusia digali dan dikembangkan untuk pendidikan watak dan kepribadian. Dan dengan taklim, potensi intelektual manusia dikembangkan untuk kecerdasan akal pikiran.

Di dalam proses belajar mengajar di pesantren, kemerdekaan dan kemandirian belajar menjadi bagian integral dari pendidikan Islam.

Perda Fasilitasi Penyelenggaran Pesantren

Peranan pesantren yang begitu besar untuk Nusa serta bangsa kita ini sepantasnya mendapatkan pengakuan dari Negara,sudah tidak semestinya negara setengah hati, Mengaku eksistensi pondok-pondok pesantren, walapun keberadaan ponpes tetap kokoh berdiri dalam menjalankan tugasnya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Undangan-undang Pondok Pesantren No 18 tahun 2019 telah ditetapkan. Ironiis, regulasi formal ini baru lahir setelah hampir satu abad republik ini berdiri.

Apakah terlambat? Ya. Namun jika tidak samasekali, maka Indonesia akan kehilangan identitas ruhaninya, karena pesantren sejatinya menjadi akar terkuat budaya bangsa ini.

Beruntung sebagian manusia Indonesia masih ada yang berani bertaruh, berjuang membangkitkan ruh pesantren ke ranah hukum negara sehingga mendapat pengakuan secara normatif dari negara.

Undang-undang pesantren lahir sebagai bukti kehadiran politik negara, walapun faktanya belum terwujud secara maksimal.

Di Jawa Barat, muncul kabar bahagia, di mana santri yang menjadi wakil rakyat di lembaga legislatif DPRD Jawa Barat, khusunya Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berinisiatif merancang Peraturan Daerah (Raperda) tentang pondok pesantren.


Bahkan, Tak lama lagi Raperda tentang Pondok Pesantren akan segera disahkan melalui rapat paripurna DPRD menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Jawa Barat menjadi pionir provinsi yang menunjukkan pengakuan, kepedulian terhadap pesantren. Melalui Perda itulah pesantren akan mendapat pembinaan, pemberdayaan, fasilitas dan regkonisi terhadap pesantren.

Dalam waktu dekat tepatnya pada 1 Februari 2021 melalui rapat paripurna DPRD Jabar rancangan perda fasilitas Penyelenggaraan pesantren akan ditetapkan menjadi perda.

Kami di DPRD Jabar dan saya sebagai ketua Pansus Perda Pesantren yang menggodok Raperda tersebut mengaku bahagia tak terkira setelah sekian lama berjuang bersama

"Insyaallah Raperda pesantren akan segera ditetapkan menjadi perda pada rapat paripurna DPRD Jawa Barat pada 1 Februari 2021," ujar Sidkon.

Perda fasilitasi penyelenggara pesantren namanya,ini akan menjadi Perda pertama di Indonesia yang mengacu pada Undang-undang Ponpes No 18 tahun 2019.

selaku santri, kmai berharap adanya perda fasilitas penyelenggara pesantren ini, bisa memfasilitasi semua pondok pesantren yang keberadaannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, di mana pendidikan pesantren ini ada dengan sistem pendidikan tarbiyyah wa ta'lim

Adapun perda ini sudah berdasarkan hasil kajian serta masukan dari para Masyayikh, para pimpinan ponpes khususnya di Jawa Barat, terumuskan ada lima poin penting yang akan menjadi penggerak kemajuan, kemandirian serta kesejahteraan pondok pesantren,Akan Tetapi tetap dengan tidak menghilangkan entitas pesantren,

Perda ini diharapkan oleh semua pihak untuk mencerna dengan baik hadirnya regulasi hukum tersebut, di mana perda itu bukanlah sesuatu yang mendegradasikan keberadaan pesantren


"Saya tegaskan ini didedikasikan untuk kemajuan, kesejahteraan dan kemandirian pesantren. Pesantren tetap pesantren dan ini adalah bentuk perhatian dan penghargaan negara," katanya.

Adapun lima point itu, pertama pembinaan pondok pesantren. Hal ini dilaksanakan untuk peningkatan pengetahuan dan wawasan sumber daya manusia pesantren, peningkatan penyelenggaraan pesantren serta peningkatan keahlian manajerial ponpes.

Kedua, pemberdayaan pesantren. Ketiga, rekognisi (pengakuan) pesantren. Keempat afirmasi pesantren. Kelima fasilitas pesantren.

Atas keberhasilan ini saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak. Meski diterpa kesulitan di tengah pandemi, Alhamdulillah Raperda ini akan segera diperdakan, semoga berkah," harapnya.


Tentu kehadiran perda itu, patut mendapat apresisi. Betapa tidak, dalam proses perjuangannya harus berjibaku dengan ancaman virus Corona yang kasat mata.

"Di tengah Pandemi Covid-19, kami tetap harus menjalankan amanah rakyat untuk mempertanggungjawabkan masa depan bangsa ini," katanya.

Terlebih, dalam kurun sekitar beberapa bulan ini sejak pertangahan tahun 2020, sudah lebih dari 300 kyai sepuh dipanggil Allah SWT. Artinya, ilmu agama mulai dicabut perlahan dengan meninggalnya para alim ulama.

Keberadaan perda itu diharapkan menjadi inspirasi dan motivasi bagi para pemangku kepentingan di tingkat nasional untuk bisa meletakkan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berhak mendapatkan penghargaan negara.Demikian juga keberadaan Perda fasilitas penyelenggaran pesantren ini dari santri bisa bermanfaat untuk kemajuan,kemandirian dan kesejahteraan Pondok Pesantren utamanya di Jawa Barat.***

Editor: Zaenal Mutaqin

Tags

Terkini

Terpopuler