Diskusi di IPB Menyoal Kondisi Demokrasi Indonesia: 'Sedang Turun dan Melemah'

- 14 Desember 2023, 11:56 WIB
Diskusi di IPB Menyoal Kondisi Demokrasi Indonesia: 'Sedang Turun dan Melemah'.
Diskusi di IPB Menyoal Kondisi Demokrasi Indonesia: 'Sedang Turun dan Melemah'. /Wanustara Institut

Literasi News - Wanustara Institut berkolaborasi dengan Sylva Indonesia menggelar Diskusi dengan tema Problematika dan Kontekstualisasi Demokrasi Indonesia Terkini, yang digelar di Universitas IPB Dramaga, Bogor, Rabu 13 Desember 2023 kemarin.

Hadir sebagai pembicara diskusi yaitu Dr. Meilanie Buitenzorgy, S.Si., M.Sc. selaku Akademisi IPB, Airlangga Pribadi Kusman, S.IP., M.Si., M.Sc. selaku Pengamat Demokrasi, Adit Muhamad selaku Aktivis Muda IPB, Prof. Mochammad Zulfan Tadjoeddin selaku Akademisi University of Western Sydney, dan Akbar Yumni selaku Dosen Kesenian Jakarta.

Menurut Anas Bukhori selaku Direktur Wanustara Institut, menjelaskan bahwa Wanustara Institut merupakan lembaga, riset, survei, kajian, dan pendidikan yang independen sejak tahun 2020.

'Wanustara mengkaji buku-buku lama yang hasilnya disebar di website wanustara, " jelas Anas Bukhori.

Anas menambahkan, bahwa Wanustara juga menganalisis fenomena yang terjadi terkini salah satunya perihal demokrasi. selain berbicara fenomena diskusi ini akan berbicara kontekstualisasinya.

"Pada diskusi ini dibahas mengenai dinamika politik dan demokrasi Indonesia khususnya dalam beberapa tahun terakhir, " pungkas Anas.

Salah satu pembicara Dr Melanie, menjelaskan adanya fenomena budaya bucin politik yang berimbas pada polarisasi masyarakat hingga berdampak merusak demokrasi.

"Saya memang mengklasifikasi dan polarisasi itu yang membelah kita masyarakat Indonesia, " jelasnya.

Diakuinya, bahwa Bucin politik merusak demokrasi karena bucin menjadi alat dari penguasa untuk melegitimasi kebijakan kebijakan sekecil apapun itu dengan tangan buzer dan influencer berperan manipulasi opini publik membuat konten mempromosikan memviralkan kebijakan kontroversial dikeluarkan oleh pemerintah.

"Misalnya contoh masalah kelemahan KPK, ketika aktifis melemahkan KPK influencer membuat isu taliban KPK.”ujarnya.

Dr Meilanie pun membahas bahwa fenomena bucin global, sudah terjadi jauh lebih dahulu sebelum di Indonesia, salah satunya adalah Donald Trump yang terpilih secara demokratif di US, dengan demikian banyaknya bucin Donald Trump meskipun beliau terkenal dengan the worst attitude.

Diskusi di IPB Menyoal Kondisi Demokrasi Indonesia: 'Sedang Turun dan Melemah'.
Diskusi di IPB Menyoal Kondisi Demokrasi Indonesia: 'Sedang Turun dan Melemah'. Wanustara Institut

Pembicara lainnya, yakni Airlangga Pribadi
menyoroti lemahnya fondasi demokrasi yang kerap dimanfaatkan untuk kepentingan politik, dimana telah terjadi pengikisan pondasi demokrasi di Indonesia.

“Penjelasan Indonesia bisa sampai pada demokrasi dititik ini karena sejak awal dibentuk dengan fondasi demokrasi yang lemah. Aliansi-aliansi kekuasaan menghancurkan demokrasi dengan cara melemahkan aktifisnya, yang paling mendasar adalah mengatur hukum dibawah kehendak kekuasaannya, " paparnya.

Airlangga menambahkan, bahwa ada fakta-fakta yang menginspirasi saya dalam memperjuangkan HAM di tahun 1998.

"Tetapi pada malam kemarin saya menyaksikan debat pilpres pertama yang memperlihatkan mereka para paslon tersenyum saat berbicara tentang HAM, " jelasnya.

Airlangga melihat,bahwa hal ini ditandai dengan maraknya penyalahgunaan institusi hukum demi memenuhi hasrat kekuasaan sesaat.

"Kondisi tersebut dianggap lumrah dan dibiarkan berlarut-larut. Akibatnya, masyarakat menjadi apatis dan tidak peka lagi terhadap berbagai pelanggaran hukum, etika, dan HAM yang terus berulang. Republik Indonesia seolah kebal dan mati rasa terhadap berbagai penyimpangan ini. Ironisnya, hal yang semestinya tercela ini kerap diabaikan dan diterima sebagai hal biasa, " paparnya.

Salah satu perwakilan mahasiswa, Adit Muhamad sebagai mahasiswa fakultas kehutanan, memaparkan penilaian kehutanan terhadap demokrasi Indonesia.

"Mereka menilai demokrasi tidak berjalan setelah melihat ketimpangan penguasaan hutan dan kekayaan negara. Konteksnya berbicara dari segi penerapan aspek lingkungan, orang saat ini menjabat sebagai penguasa berkaitan dengan lingkungan hidup “Demokrasi merupakan suatu tools untuk menjadikan negara Sejahtera namun kenyataannya tidak bisa mengayomi ke ranah kekeluargaan," ujarnya.

Kondisis Demokrasi Indonesia Turun dan Melemah

Sementara itu Prof Tajuddin selaku Akademisi University of Western Sydney,
mengatakan bahwa demokrasi yang melemah begitu saja sangat disayangkan, konteksnya sepakat kepada satu posisi bahwa demokrasi Indonesia sampai saat ini adalah perjalanan panjang yang mahal.

"Indonesia mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan selama 30 tahun di bawah rezim Orde Baru. Dapat dikatakan dalam pernyataan yang klise soeharto menciptakan pertumbuhan jangka panjang indonesia yang ternyata harus ditumbangkan oleh anak muda yang berpendidikan, " jelasnya.

Namun dengan demikian hal tersebut melahirkan proses transisi demokrasi di tahun 1998, yang mengeluarkan biaya berupa air mata, dan darah. Secara demokratif transisi demokrasi dinyatakan berhasil.

"Meskipun penuh ketidakpastian dan gejolak, secara bertahap transisi menuju demokrasi dapat dikatakan sukses. Demokrasi Indonesia telah membaik pada tahun 2012," ujarnya.

Disamping itu, demokrasi Indonesia kembali mengalami penurunan sejak tahun 2016 hingga tahun 2019. Penurunan kualitas demokrasi ini tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah.

"Sebab, pilar penyangga demokrasi tidak hanya pemerintah, tetapi juga partai politik dan kesadaran kritis masyarakat. Ketiga elemen inilah yang justru dinilai menunjukkan kelemahan dalam menjalankan praktik demokrasi belakangan ini. Partai politik kerap dimanfaatkan elit untuk kepentingan sendiri, program pemerintah belum sepenuhnya responsif terhadap aspirasi rakyat, sementara kesadaran dan budaya politik masyarakat masih sangat minim. Dengan kata lain, ambruknya kualitas demokrasi merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh elemen bangsa, bukan hanya pemerintah semata," jelasnya.

Ditegaskannya, bahwa Demokrasi menjadi turun dan melemah disaat ini bukan disebabkan oleh tentara dan ancaman senjata namun oleh mereka yang terpilih secara demokratis.

“Ya, kita terima takdir Indonesia sampai saat ini, tapi kita harus berusaha untuk memperkuat apa yang kita masih merasakan dengan keuangan, dengan kekuatan, dengan kesejahteraan, dengan kesejahteraan dan dengan dunia. Nah, kita tidak ada lagi. Saya pikir kalau kita tidak ada lagi, kita harus siap-siap dengan apa yang disebut Indonesia ini. Nah, sekarang itu dipertaruhkan. Apa yang dipertaruhkan? Yang sangat penasaran adalah demokrasi itu menjadi turun. Demokrasi itu menjadi kelemahan, dan untuk menjadikan negara yang sangat negara yang sangat jadi, demokrasi itu bisa juga diusahakan oleh mereka-mereka yang penting di sekitarnya, " tegasnya.

Prof. Tajoeddin menanggapi bahwa tidak ada sistem pemerintahan yang sempurna. Namun demokrasi dinilai sebagai sistem terbaik saat ini.

"Di Indonesia, para akademisi dan pakar politik sudah memiliki pemahaman mendalam mengenai demokrasi beserta kekurangan-kekurangannya.Salah satu tantangan demokrasi Indonesia adalah mudahnya kelompok rentan dimanipulasi suaranya dalam pemilihan. Semakin sedikit suara kelompok menengah yang terpilih, maka kualitas demokrasi juga semakin rendah. Menjaga demokrasi di Indonesia hasil perjuangan panjang. Meski tak sempurna, demokrasi mampu memperbaiki diri sendiri, " jelasnya.

Salah satu perwakilan Seniman, Akbar Yumni menjelaskan tentang peran sejarah atau masa lalu bagi demokrasi masa kini dan masa depan dari segi seni mengenai demokrasi “demos”.

Akbar menegaskan, sebagai seniman percaya masa lalu dapat diubah karena jika hanya berorientasi ke masa depan maka masa lalu hanya korban yang tidak berdaya.

"Diketahui pada awalnya teater dan demokrasi menyatakan berdialog salah satu unsur paling penting. Kemudian Terdapat perbedaan demokrasi terdahulu dengan masa kini yaitu demokrasi di ruang publik bukan domestik. Sebelum sampai ke penutup acara ada sesi tanya jawab antara audience dengan pembicara salah satunya mengenai apa yang harus disikapi untuk kedepannya sebagai generasi Z untuk kedepannya apabila suatu saat menjadi tokoh-tokoh penguasa keadilan di tahun 2045 mendatang dengan memperhatikan kalangan bawah tanpa mengesampingkan status, " papar Akbar.

Diskusi tersebut berlangsung dengan hangat dan konstruktif. Beragam nilai, gagasan, dan masukan hadir dari para sarjana untuk upaya meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia kedepan.***

Editor: Abdul Rokib


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah