Problem yang paling menonjol lainnya adalah persoalan lingkungan dan persampahan di lingkungan pesantren, dengan jumlah santri lebih dari 10.000 orang.
"Itu kan menghasilkan sampah yang sangat banyak, yang harus ditangani tiap harinya. Kemudian juga ada limbah-limbah, bisa jadi menyamai satu pabrik / industri." papar dia.
"Babakan ini punya insenerator untuk membakar sampah atau memisahkan sampah dan menjadi bijih plastik. Tetapi tenaga yang menangani persampahan disitu kan sangat kekurangan," sambung Sidkon.
Lalu kemudian, hal-hal semacam ini tidak bisa dibiayai oleh dana desa karena sangat terbatas.
"Desa-desa semacam ini, yang saya sebut sebagai zona pesantren atau kawasan santri itu diberikan otonomi khusus, ada bantuan khusus yang berbeda dengan desa lain. Tidak bisa disamakan dengan desa-desa lainnya," pungkas dia.***