Dinilai Perlu, PMII Kabupaten Bandung Dukung Menag Soal Aturan Pengeras Suara di Masjid

27 Februari 2022, 14:50 WIB
Ilustrasi pengeras suara masjid. Dinilai Perlu, PMII Kabupaten Bandung Dukung Menag Soal Aturan Pengeras Suara di Masjid. /Pixabay/Victoria/

Literasi News - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Bandung memberikan pernyataan sikap terkait Surat Edaran (SE) Menteri Agama No. 5 tahun 2022 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang resmi diterbitkan pada tanggal 21 Februari 2022 oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas.

PMII Kabupaten Bandung menilai aturan pengeras suara di masjid dan musala tersebut perlu, melihat Masyarakat Indonesia yang heterogen, berbeda suku, agama, dan latar belakang.

Aturan tersebut dipandang sebagai upaya merawat persaudaraan, toleransi dan keberagamaan.

Baca Juga: Inilah Perbedaan Jaminan Hari Tua JHT dan Jaminan Pensiun JP

“Menag menerbitkan aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala sudah semestinya dilakukan. Masyarakat Indonesia hidup berdampingan di tengah perbedaan, suku dan agama. Sehingga aturan tersebut sebagai upaya merawat persaudaraan dan keberagaman,” kata Ketua Cabang PMII Kabupaten Bandung, Shona Azi dalam rilisnya pada Minggu, 27 Februari 2022.

Dalam hal penggunaan pengeras suara, diatur bahwa pembacaan ayat Al-Quran atau pun sholawat sebelum sholat fardu yaitu 10 menit sebelum azan subuh dikumandangkan, setelah itu bisa dilakukan dengan mengunakan speaker dalam.

Hal ini dinilai agar tidak memunculkan tanggapan negatif dari masyarakat Indonesia yang beragam. Aturan tersebut dikategorikan sebagai instrumen administratif yang memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai suatu norma di masyarakat namun dapat tetap mempertimbangkan local wisdom.

“Pada prinsipnya, pengaturan penggunaan pengeras suara sebagai bentuk toleransi kita terhadap masyarakat sekitar yang notabene sangat beragam. Sebagai contoh, kita melakukan dzikir dengan pengeras suara luar, bersamaan dengan adanya tetangga kita yang sakit atau terkena musibah," ujar Shona.

Baca Juga: Konsolidasi di Cirebon, Gus Muhaimin Luncurkan 50 Mobil Mabes Rakyat untuk Layani Rakyat

"Tentu hal ini yang jadi local wisdom memindahkan speaker luar dengan speaker dalam. Artinya kita jangan termakan isu bahwa surat edaran tersebut melarang penggunaan speaker," sambungnya.

Selain itu, ia menanggapi pernyataan dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mencontohkan jika seseorang berada di lingkunkan tetangga yang memiliki anjing menggonggong secara bersamaan akan merasakan ketidaknyamanan, hal tersebut tentu tidak berangkat dari pernyataan tasybih (musyabbah dan musyabbah bih) suara adzan dengan gonggongan anjing.

"Perumpamaan tersebut berangkat dari dua variabel tasybih yang berbeda. Mengambil dari dua sudut pandang perumpamaan, premis utama adalah efektivitas pentingnya pengaturan pengeras suara, mengingat dampaknya yang bukan hanya untuk muslim saja akan tetapi umat beragama lainnya," jelasnya.

Shona menyayangkan terhadap kelompok yang sengaja mempelintir dan mempolitisasi surat edaran dan statement tersebut dengan membuat pernyataan yang akan memecah belah bangsa.

Hal ini menurutnya terjadi lantaran eskalasi politik nasional yang sudah mulai memanas jelang perhelatan kontestasi politik 2024.

"Harusnya, kita sebagai generasi muda menerjemahkan dan mengedukasi kepada masyarakat maksud dan tujuan surat edaran tersebut demi terciptanya toleransi dan keharmonisan di tengah masyarakat," pungkasnya.***

Editor: Zaenal Mutaqin

Tags

Terkini

Terpopuler