PJJ Berujung Pelajar Bunuh Diri, Komisi X: Harusnya Kemendikbud Tegas Berlakukan Kurikulum Adaptasi

19 Oktober 2020, 16:08 WIB
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda (kanan) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim. /

Literasi News – Kasus dugaan bunuh diri seorang siswi SMA asal Gowa Sulawesi Selatan berinisal MI(16) menambah deretan kisah tragis dampak lain dari pandemi Covid-19 selama ini.

Komisi X DPR RI yang berperan langsung dalam pengawasan pendidikan di Indonesia, menyoroti peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait kasus bunuh dirinya siswi tersebut.

Sebab, antara dugaan tindakan bunuh diri yang dilakukan remaja itu berhubungan langsung dengan kebijakan model pembelajaran yang diterapkan Kemendikbud dalam masa pandemi ini, yakni pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Baca Juga: Bawaslu RI Tinjau Pilkada Cianjur Sekaligus Resmikan Kantor PPID

Diperoleh fakta bahwa MI nekat mengakhiri hidupnya dengan cara minum racun pembasmi hama karena stress dengan menumpuknya tugas pelajaran sekolah yang diberlakukan secara daring, sedangkan ketersediaan jaringan internet di daerah tempatnya tinggal tidak memadai.

Ketua Komisi X, Syaiful Huda merespon, terlepas apapun motif bunuh diri yang dilakukan MI, Kemendikbud harusnya sejak awal diterapkannya PJJ, langsung memberlakukan penyederhanaan kurikulum pendidikan.

“Penyederhaan muatan kurikulum atau adaptasi kurikulum, itu hampir pasti dan harus dilakukan dalam kebijakan jangka pendek ini,” tegas Huda, dalam progarm Apa Kabar Indonesia TvOne, Senin 19 Oktober 2020.

Baca Juga: Ini Nama 22 Pemain Timnas U-16 yang Berangkat ke UEA, Ada 3 Pemain Persib Ikut Bergabung

Padahal, jelas Huda, sejak awal Kemendikbud sudah dihadapkan pada beberapa pilihan terkait pemberlakuan kurikulum tersebut.

Pertama, tetap memberlakukan kurikulum yang sudah ada sejak sebelum masa pandemi, kedua menggunakan kurikulum adaptasi, ketiga kebijakan diberikan sepenuhnya kepada pihak sekolah.

“Memang kami menyesalkan pada saat itu karena sekolah-sekolah mengambil kurikulum ideal, yaitu kurikulum 2013,” ucap Huda.

Baca Juga: Kabupaten Bogor Siap Salurkan 1,2 Juta Vaksin Covid-19, Ini Kelompok Prioritas Penerimanya

Ia berterus terang, sejak awal sebelum kejadian tersebut, Komisi X sudah mendengar keluhan masyarakat terutama para orang tua siswa mengenai beratnya sistem PJJ yang diperparah dengan bobot materi pelajaran.

“Masuk ke-10 bulan terakhir ini (masa pandemi), kita usulkan sudah saja pakai kurikulum adaptasi yang kontennya sudah disederhanakan agar tidak terlalu padat. Ini penting karena anak-anak akan semakin depresi dengan beban kurikulum yang sudah ada,” ungkap Huda. 

Tindakan-tindakan tragis akibat PJJ bukan hanya terjadi di Gowa, tetapi juga di beberapa tempat lainnya, seperti di Tangerang di mana seorang anak SD tewas dianiaya orang tuanya sendiri karena sulit mengikuti pelajaran bersistem daring.

Baca Juga: Siap-siap Warga Bogor Dapat Bansos Rp2,5 Juta, Ini Syaratnya

“Maka dengan kejadian ini kita mendorong Kemendikbud terus melakukan monitoring dan evaluasi,” tegasnya.

Bahkan, kata Huda, berberapa kali Komisi X menyampaikan betapa pentingnya para pejabat Kemendikbud untuk turun langsung ke lapangan sampai tingkat paling bawah untuk melakukan pemetaan, kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi di daerah-daerah.

Sebab, terutama untuk daerah-daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), di Indonesia kondisinya dapat dipastikan berbeda dengan daerah-daerah lainnya terutama perkotaan. 

“Dengan cara itu semoga kejadian ini tidak terulang kembali,” harapnya.

Baca Juga: Alex Marquez makin Bersinar, Dua Kali Runer Up Berturut turut

Untuk diketahui, MI ditemukan terbujur kaku di bawah tempat tidurnya pada Sabtu, 17 Oktober 2020 pada pukul  08.30 WITA, oleh sang adik, IR (8), dengan busa di mulutnya.

Dugaan kuat MI nekat mengakhiri hidupnya dengan cara menenggak racun pembasmi hama karena tertekan dengan beban tugas pelajaran dari sekolahnya. Bahkan polisi menemukan rekaman video berdurasi 32 detik berisi adegan nekat korban pada ponsel milik MI sendiri.

Kasat Reskrim Polres Gowa, AKP Jefri Natsir mengatakan bahwa pihaknya terus menggali keterangan dengan menyelidiki curhatan-curhatan korban kepada temannya yang berisi ungkapan-ungkapan tekanan yang dirasakan korban akibat sulitnya mengikuti pelajaran daring.

Baca Juga: Subhanalloh, 6 Hari Terombang-ambing di Laut Lepas, Dua Nelayan Garut Ditemukan di Perairan Cilacap

“Dari curhatan-curhatan itu memang menunjukkan masalah beratnya beban tugas pelajaran dari sekolah,” kata Jefri.***

Editor: Atep Abdillah Kurniawan

Sumber: TV One

Tags

Terkini

Terpopuler