Namun impian besarnya terganggu dengan aksi-aksi perambahan hutan mangrove. Sepanjang tahun 80 sampai 90-an terjadi alih fungsi pemanfaatan mangrove, di mana pohon-pohonya yang besar ditebang untuk digunakan keperluan lain.
Umar saat itu belum begitu paham dampak dari perambahan tersebut. Ia hanya merasakan dampaknya ketika hamparan pantai yang begitu luas sudah tidak rimbun lagi. Ikan-ikan pun semakin menjauh dan sulit ditangkap.
Baca Juga: Mau Buat Sate Maranggi di Malam Tahun Baru, Berikut Resepnya
“Kami tidak tahu apakah dampaknya itu, yang pasti yang kemarin hasilnya dekat, kini makin menjauh,” keluh Umar.
Perambahan itulah yang membuat motivasi Umar untuk memelihara, menanam kembali semakin menjadi. Sejak saat itu, ia pun kemudian secara total menjadi seorang penggerak pelestari mangrove.
“Kami awalnya ngumpul-ngumpul, bagaimana kiat membuat satu kelompok untuk menjaga ini (mangrove). Alhamdulillah pada tahun 2009 terbentuklah kelompok KSL Paddakuang. Lalu mendapat pelatihan-pelatihan perikanan dari BPDAS HL, BKSDA, kami ikut untuk memahami fungsi dan manfaat mangrove,” papar dia.
Baca Juga: Ini Tiga Jenis BLT Mensos, Yang Akan Disalurkan Mulai 4 Januari
Kini, semangat Umar semakin menjadi dengan adanya program PEN PKPM dari pemerintah pusat melalui KLHK. Pandemi Covid-19 yang cukup berpengaruh negatif terhadap pendapatan ekonomi masyarakat bawah, disambut gembira oleh masyarakat Suku Bajo.
Harapan Umar bersama warga Bajo lainnya kian bertumbuh karena mendapat upah yang layak dari bibit-bibit mangrove yang mereka tanam di lahan kosong pantai Torosiaje.