Bagaimana Seharusnya Jurnalis Mempersiapkan Liputan di Alam Bebas

29 Agustus 2023, 02:08 WIB
Peserta Journalist Camp PRMN X Eiger 2023 antusias mengikuti kegiatan. /

Literasi News - Bagi seorang jurnalis, melakukan peliputan sebuah peristiwa adalah hal yang lumrah. Mulai dari meliput peristiwa penting seperti soal kemiskinan ekstrem, pejabat korupsi, dinamika menjelang pemilu, polusi udara, hingga peristiwa sehari-hari lainnya.

Namun seorang jurnalis yang tebiasa hadir dalam situasi apapun itu adakalanya dihadapkan pada situasi baru, yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, yaitu tugas liputan di alam bebas.

Layaknya seorang pecinta alam yang akan melakukan pendakian, seorang jurnalis juga perlu memahami persiapan dan perencanaan untuk liputan di alam bebas.

Baca Juga: Wisata Majalengka yang Wajib Dikunjungi Ketika Hari Libur

"Karena 50 persen keberhasilan ada dalam persiapan," begitulah pesan pertama yang disampaikan Pegiat Alam Senior Asal Bandung, Galih Donikara saat menyampaikan materi dalam kegiatan Journalist Camp 2023 bertajuk 'Inovation, People, & Culture'.

Sebuah event koloborasi perdana antara Pikiran Rakyat Media Network (PRMN) dan Eiger yang diikuti puluhan Pemimpin Redaksi Mitra PRMN dari wilayah Jawa Barat yang digelar di Sari Ater Campervan Park, di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Kamis, 24  Agustus 2023.

Sesi materi perdana dalam Journalist Camp yang dipandu oleh MC Kuns Kurniawan dan Tama Randy dengan balutan jokes ini diikuti secara antusias oleh para peserta.

Dalam pemamparan materinya, Galih yang saat ini menempati posisi Eiger Service Team menuturkan kegiatan di alam bebas termasuk liputan berita itu adalah aktivitas yang mengundang bahaya.

Baca Juga: One Piece 1074 Libur, Episode Terbaru Kapan Tayang? Cek Jadwal Rilis dan Spoiler Selengkapnya

"Karena alam itu mengandung bahaya dan kita mengundang bahaya," jelas dia.

Karena itu, untuk meminimalisir bahaya saat melakukan kegiatan di alam bebas Galih memaparkan empat fundamental skill yang harus disiapkan saat akan melakukan kegiatan di alam bebas.

Empat Fundamentasl Skill Wajib Dikuasai

Pecinta Alam Galih Donikara menyampaikan materi dalam Journalist Camp PRMN X Eiger 2023. Dok PRMN

Yang pertama fitness skill, sebelum melakukan kegiatan di alam bebas seseorang perlu melatih tubuhnya agar bugar, bisa dimulai dengan olahraga ringan seperti latihan jalan kaki.

Kedua, technical skill, adalah kemampuan untuk membaca medan. Medan apa yang akan dituju, apakah itu gunung, tebing, atau, sungai. Ketiga, human skill, adalah kemampuan memahami orang lain atau masyarakat agar lebih akrab.

Terakhir, keempat, environmental skill, adalah kemampuan untuk mengenali lingkungan. Selain itu, Galih menekankan bahwa liputan yang dilakukan oleh seorang jurnalis di alam bebas ataupun dalam peristiwa bencana adalah kegiatan yang beresiko tinggi.

"Hal dasar yang harus kita punyai, memahami betul bahwa liputan resikonya tinggi kalau kita tidak menyiapkannya, jangan undang bahayanya dengan kecerobohan kita," papar Galih menjelaskan.

Galih yang pernah mendaki puncak bumi tertinggi di Gunung Everest Nepal itu mengingatkan agar menjaga diri dari sifat sombong saat berada di alam. Sebagaimana pesan yang selalu diingat Galih dari para pemandu atau tour guide saat menadaki Gunung Everest.

"Mereka menyampaikan tentunya dalam bahasa Nepal, 'Galih Gunung itu makhluk hidup, mereka memilih siapa yang berhak naik kepuncaknya'," imbuh dia.

Perencanaan yang Harus Disiapkan Saat Peliputan di Alam Bebas

Peserta Journalist Camp PRMN X Eiger 2023. Dok PRMN

Lalu Galih memaparkan perencanaan yang harus disiapkan saat hendak berkegiatan di alam bebas seperti mendaki gunung.

Perencanaan yang harus disiapkan diantaranya yang pertama, Informasi dan data, yang memuat informasi seputar lokasi gunung, ketinggian, trek jalur, dan mengenali teman yang akan bersama ikut mendaki.

"Juga termasuk, no emergency, no darurat rumah sakit terdekat dan kantor polisi terdekat jadi info di pos pendakian jadi penting," tegas Galih.

Kemudian kedua, perlengkapan dan perbekalan, tidak salah hitung membawa perlengkapan, seperti memakai celana jeans yang tidak disarankan saat beraktivitas di alam bebas karena karakteristik celana jeans akan berubah sesuai suhu udara, apabila udara dingin celana jeans akan menjadi dingin begitupun sebaliknya saat cuaca panas.

Dalam perkembangannya, menurut Galih teknologi perlengkapan untuk berkegiatan outdoor sekarang semakin maju. Bahkan ada kelompok yang grupnya itu mencari perlengkapan yang bahanya ultra ringan, sehingga mereka lebih banyak membawa makanan daripada perlengkapan.

"Mereka mengandalkan itu, sehingga dia lebih banyak membawa makanan daripada perlengkapan, kadang-kadang orang terbalik jadi bawa perbekalan sedikit  perlengkapan yang banyak, kalau kami dibalik, Karena Kalau makanan seberat apapun akan habis, dan itu menyamankan kita," jelas Galih.

Dalam perbekalan Galih mengingatkan  makanan adalah kunci yang dapat menggugah selera saat berkegiatan di alam bebas.

Kemudian, yang ketiga adalah memilih operator dan memilih teman, ini sangat penting karena akan lebih tahu apa yang harus dilakukan apabila sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Tak kalah penting, Galih berpesan agar selalu mengingat sang pencipta, artinya tidak melakukan hal-hal yang kurang baik selama perjalan.

"Care kepada alam, kepada teman, dan kepada penciptanya," jelas Galih.

Tas Siaga Bencana Eiger Bisa untuk Liputan

Galih Donikara selaku Eiger Service Team memperlihatkan tas siaga bencana yang diproduksi Eiger. Dok PRMN

Sebelum menutup materi, ia menunjukan tas siaga bencana yang dirancang dan didesain oleh desainer produk Eiger, Oki Lutfi, tas yang dirancang khusus menghadapi situasi bencana alam.

Galih menerangkan belajar dari pengalaman bencana yang terjadi di tanah air seperti di Lombok, Palu, Pangandaran, Cianjur, dan Banten, rata-rata masyarakat tidak siap saat menghadapi bencana alam. Beda halnya dengan warga Jepang yang didik sejak kecil untuk siap menghadapi resiko bencana alam.

"Belajar dari temen-temen di Jepang, setiap keluarga itu faham, warga Jepang faham, bahwa mereka berada di Negara yang rawan bencana, sehingga dari kecil hingga kakek-kakek faham bagaimana menyelamatkan diri. Setiap keluarga di Jepang diwajibakn mempunyai tas siaga bencana, kalau ada bencana tinggal ambil selama tiga hari aman," kata dia melanjutkan.

Tas siaga bencana berwana oranye ini juga bisa digunakan oleh seorang jurnalis saat melakukan liputan bencana alam atau liputan di alam bebas.***

Editor: Abdul Rokib

Tags

Terkini

Terpopuler