Pertama, tetap memberlakukan kurikulum yang sudah ada sejak sebelum masa pandemi, kedua menggunakan kurikulum adaptasi, ketiga kebijakan diberikan sepenuhnya kepada pihak sekolah.
“Memang kami menyesalkan pada saat itu karena sekolah-sekolah mengambil kurikulum ideal, yaitu kurikulum 2013,” ucap Huda.
Baca Juga: Kabupaten Bogor Siap Salurkan 1,2 Juta Vaksin Covid-19, Ini Kelompok Prioritas Penerimanya
Ia berterus terang, sejak awal sebelum kejadian tersebut, Komisi X sudah mendengar keluhan masyarakat terutama para orang tua siswa mengenai beratnya sistem PJJ yang diperparah dengan bobot materi pelajaran.
“Masuk ke-10 bulan terakhir ini (masa pandemi), kita usulkan sudah saja pakai kurikulum adaptasi yang kontennya sudah disederhanakan agar tidak terlalu padat. Ini penting karena anak-anak akan semakin depresi dengan beban kurikulum yang sudah ada,” ungkap Huda.
Tindakan-tindakan tragis akibat PJJ bukan hanya terjadi di Gowa, tetapi juga di beberapa tempat lainnya, seperti di Tangerang di mana seorang anak SD tewas dianiaya orang tuanya sendiri karena sulit mengikuti pelajaran bersistem daring.
Baca Juga: Siap-siap Warga Bogor Dapat Bansos Rp2,5 Juta, Ini Syaratnya
“Maka dengan kejadian ini kita mendorong Kemendikbud terus melakukan monitoring dan evaluasi,” tegasnya.
Bahkan, kata Huda, berberapa kali Komisi X menyampaikan betapa pentingnya para pejabat Kemendikbud untuk turun langsung ke lapangan sampai tingkat paling bawah untuk melakukan pemetaan, kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi di daerah-daerah.
Sebab, terutama untuk daerah-daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), di Indonesia kondisinya dapat dipastikan berbeda dengan daerah-daerah lainnya terutama perkotaan.