Empat Bersaudara di Cianjur Berjuang Hidup di Rumah Tidak Layak Huni

- 11 September 2022, 19:34 WIB
Kondisi rumah yang dihuni empat bersaudara dan sang ayah di Kampung Langansari RT 06/19, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.
Kondisi rumah yang dihuni empat bersaudara dan sang ayah di Kampung Langansari RT 06/19, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur. /Literasi News/Nabiel Purwanda

Literasi News - Empat bersaudara harus berjuang hidup dan tinggal di rumah tidak layak huni yang sebagian bangunannya telah ambruk dimakan usia, di Kampung Langansari RT 06/19, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.

Mereka adalah Alpandi (20), Adnan (19), Tya (12), dan Anjana (7) yang harus berjuang hidup setelah ditinggal meninggal dunia oleh ibu kandungnya.

Sedangkan sang ayah U Mudrikah (49) hanya bekerja serabutan yang harus pergi pagi dan pulang malam untuk dapat menghidupi keempat anaknya itu.

Penghasilan sang ayah, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Belum mampu untuk memperbaiki rumah mereka.

Meskipun hidup dalam keterbatasan ekonomi, keempatnya berjuang untuk tetap bersekolah hingga ada yang duduk di perguruan tinggi dengan program beasiswa.

Kondisi rumah yang mereka tempati sangat jauh dari kata layak, bagian jendela depan hanya ditutupi plastik seadanya dan bagian bawah pintu depan rusak dan bolong.

Baca Juga: Tak Ada Akses Jembatan, Siswa SD di Cikadu Cianjur Bertaruh Nyawa Demi Menuntut Ilmu di Sekolah

Setiap malam, keempatnya harus tidur bertumpuk di atas kasur yang lusuh dan hanya satu televisi tabung yang menjadi hiburan mereka setiap harinya.

Ditemui Minggu 11 September 2022 sore, si bungsu Anjana (7) terlihat terbaring lemah dan dikabarkan sakit perut ditemani kakaknya, Tya.

Tak jauh dari mereka, Adnan dengan tekun belajar di lantai karena ia akan segera melaksanakan tugas PKL dari sekolahnya.

Tokoh masyarakat setempat, H Ismail (56) yang juga Ketua DKM Masjid Riyadul Toyobin, sering menyuruh keluarga Mudrikah untuk tidur di masjid jika terjadi hujan angin.

"Empat bersaudara, ibu mereka sudah telah lama meninggal saat anak bungsunya berusia dua bulan. Ayah mereka, hanya bekerja serabutan. Jangankan untuk merehab rumah, untuk makan sehari-hari saja mereka masih kurang dan masih mengandalkan bantuan tetangga," kata Ismail.

Menurut Ismail, sang ayah bekerja serabutan kadang bantu di bengkel las, kadang dimanapun tergantung ada yang menyuruh.

Baca Juga: Seorang Nenek dan Dua Cucunya Terluka Akibat Tertimpa Atap Rumah yang Ambruk di Cianjur, Ini Kronologisnya

Anak sulung Mudrikah, Alpandi (20), mengatakan ia kuliah dan mendapat beasiswa di STISNU. Untuk membantu sehari-hari ayahnya ia mengajar mengaji anak-anak.

"Alhamdulilah saya dapat beasiswa sedang kuliah di STISNU, sehari-hari paling saya mengajar mengaji untuk membantu ayah," ujar Alpandi.

Alpandi menyebut dirinya belum memasak beras karena sudah habis, namun ia menunggu sang ayah pulang untuk membeli beras.

"Alhamdulilah sudah makan hari ini, namun stok beras habis, saya menunggu ayah pulang," ujarnya.

Alpandi mengatakan, bagian belakang rumah terdapat sumur dan jadi tempat mandi, namun kondisinya sudah ambruk. Dan saat ini jika hujan turun, air dengan mudah masuk.

Jika malam hari maka satu kasur yang berada di lantai depan televisi akan penuh karena semua anak tidur. Terkadang sang kakak mengalah dan tidur di lantai.

Kondisi tersebut sudah berlangsung lama, Alpandi mengatakan memang kondisi rumahnya berantakan tapi menjelang tidur ia selalu berusaha untuk membuat adik-adiknya tidur meski belum nyaman.***

Editor: Dipo Sasono

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah