Pasalnya, selama ini etos belajar-mengajar sudah mulai turun. Bahkan banyak anak didik yang malah tidak belajar optimal selama pembelajaran jarak jauh ini.
Oleh karenanya, ungkap Dede, pihaknya memutuskan membuka pembelajaran secara tatap muka sebanyak 50% dan pembelajaran jarak jauh sebanyak 50%.
“Yang paling penting, jangan sampai pendidikan berkarakter yang ingin kita dorong kepada anak didik ini, kita kehilangan satu tahun karena tidak adanya pendidikan karakter ini. Anak-anak zaman sekarang ini kan cepat sekali mendapatkan pengetahuan dari Google. Namun, untuk mendapatkan sentuhan karakter, soft skill, dan sebagainya, itu tidak diperoleh dari googling, itu harus ada pendidik,” paparnya.
Meski demikian pertimbangan protokol kesahatan tetap juga untuk selalu di pertimbangkan.
“Dalam menerapkan protokol kesehatan saat pandemi ini, kita juga tidak bisa semuanya membebankan ke pihak sekolah. Pemerintah daerah juga harus turun tangan. Misalnya siapa yang bertanggung jawab menyediakan tempat cuci tangan, pelaksanaan rapid test per satu minggu satu kali, atau lainnya. Itu boleh dibuat aturannya nanti setelah ada payung hukumnya,” tutur politisi Partai Demokrat ini.(Ecep Sukirman/Pikiran Rakyat).***
Editor: Zaenal Mutaqin