Profil Buya Hamka, Sastrawan Islam dan Tokoh Bangsa Dari Minangkabau

27 Maret 2023, 15:05 WIB
Buya Hamka.Profil Singkat Buya Hamka, Sastarawan Islam dan Tokoh Bangsa Dari Minagkabau /Muhammadiyah/

Literasi News – Film biografi Buya Hamka akan segera tayang di jagat perfilman Tanah Air serentak mulai 20 April 2023. Dalam hal ini, Film tersebut akan menyorot sepak terjang Buya Hamka semasa hidupnya.

 

Nama Buya Hamka seakan sudah tidak asing lagi didengar. Secara catatan sejarah, ia memiliki banyak peranan penting pada bangsa dari bidang sastra ataupun pemikiran Islam.

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut profil Buya Hamka serta jejak karirnya yang masih terkenang:

Baca Juga: Profil Sapardi Djoko Damono yang Muncul di Google Doodle, serta Puisi ‘Hujan Bulan Juni’ dan ‘Aku Ingin’

Profil Buya Hamka

Buya Hamka lahir dengan nama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah lahir di Agam, Sumatera Barat, pada 17 Februari 1908. Ia merupakan putra dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Sitti Shafiah.

Ia dikenal sebagai sastrawan Indonesia, budayawan, serta ulama di Tanah Air. Kehidupan pribadi Hamka di didik penuh dalam ajaran Islam karena ayahnya seorang ulama di tanah Minangkabau. Sementara ibunya berlatar dari keluarga seniman.

Ketika remaja, sang Ayah sempat mendaftarkannya ke Thawalib Sumatera yaitu sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Namun ia memutuskan pindah ke Jawa Tengah pada 1922 untuk merantau dan belajar tentang pergerakan Islam modern ke sejumlah tokoh . Salah satunya H.O.S Tjokroaminoto.

Setelah lama merantau, Hamka kembali ke Padang Panjang dengan focus mengurus Persyarikatan Muhammadiyah.

Hamka melanjutkan pendidikan bahasa Arab sekaligus belajar mengkaji lebih dalam ilmu agama islam ke mekkah dikarenakan pada masa itu belum ada yang bergelar diploma.

Atas saran Agus Saklim, salah seorang teman dari Indonesia yang juga berada di Mekkah. Hamka kembali pulang ke Tanah Air untuk berkarier sebagai penulis.

Karir Buya Hamka

Mengenai karir, Ia diketahui berkarir di banyak bidang terutama yang berkaitan dengan kepenulisan dan agama Islam.

Pada 1927, Diketahui Buya Hamka memulai karir sebagi guru agama di perkebunan Tebingtinggi. Selain itu, ia berprofesi sebagai wartawan di sejumlah surat kabar, diantaranya Pelita Andalas, Seruan Islam, dan Bintang Islam. Hamka juga merupakan yang aktif di bidang politik, ditandai dengan keikutsertaannya di Sarekat Islam (SI) sebagai ketua umum.

Pada 1928, Buya Hamka dipercaya sebagai ketua cabang Muhamadiyah di Padang Panjang. Hamka pernah pula menjabat sebagai konsul Muhamadiyah di Makassar pada 1931
Karirnya pun semakin meluas karena nama Abdul Malik Karim Amrullah dipilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama pada 1975 dan menjabat selama 5 tahun.

Tahun-tahun sebelumnya ia juga pernah memimpin anggota Majelis Darurat pada masa pendudukan Jepang untuk menangani persoalan pemerintahan dan Islam.

Karya Sastra Buya Hamka

Buya Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai ilmu pengetahuan, mahir berbahasa Arab, dan banyak meneliti karya-karya pujangga besar dari Timur Tengah.

Saat bekerja di majalah, ia merilis karya tulisan pertama bertajuk chatibul ummah yang berisi kumpulan pidato dari yang pernah didengarnya di Surau Jembatan Besi. Kemudian ada Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka. Dalam bagian isinya terdapat ceramah atau kuliah shubuh yang pernah ia sampaikan di Masjid Agung Al-Azhar sejak 1959.

Melalui tangannya, Buya Hamka turut mewarnai sastra Indonesia dengan sejumlah karya. Lahir dan besar di tanah Minang membuatnya banyak tahu akan adat dan tradisi di sana, sehingga banyak terbit karya seperti novel klasik berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang diangkat ke layar lebar.

Berbagai Penghargaan Buya Hamka

Kiprahnya dalam berbagai bidang membuat ketokohan Buya Hamka banyak dikenal oleh banyak orang berkat pemikirannya yang membawa pengaruh baik serta menciptakan sejumlah karya.

Berkat ilmu pengetahuannya yang tinggi, berkarakter peduli kepada sesame umat, menjadikannya tidak hanya terkenal di kalangan nasional saja, melaikan hingga ke Malaysia dan Timur Tengah.

Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak pernah mengatakan bahwa Buya Hamka bukan hanya milik bangsa Indonesia, tetapi juga kebanggaan bangsa Asia Tenggara.

Dikutip dari laman Muhammadiyah, Beliau wafat pada 24 Juli 1981. Dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, mendapat penghargaan Pahlawan Nasional.

Untuk mengenang jasanya, Nama Buya Hamka pun dijadikan sebagai nama perguruan tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Hamka di Jakarta dan Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka di Sumatera Barat.***

Editor: Abdul Rokib

Tags

Terkini

Terpopuler