Buya Hamka, Islam, Demokrasi, Fukuyama, Levitsky-Ziblatt

- 30 Agustus 2021, 07:23 WIB
Moeflich H. Hart: Buya Hamka, Islam, Demokrasi, Fukuyama, Levitsky-Ziblatt
Moeflich H. Hart: Buya Hamka, Islam, Demokrasi, Fukuyama, Levitsky-Ziblatt /Dok Literasi News/

Penulis: Moeflich H. Hart

Literasi News - Dalam penjelasan kitab tafsir Al-Qur'annya, Al-Azhar, Juz 3, Al-An'am ayat 160, Buya Hamka, ulama besar Indonesia, menulis: "Apabila ada keyakinan bahwa ada ajaran lain untuk mengatur masyarakat yang lebih baik dari Islam, kafirlah orangnya, walaupun dia shalat."

Tak seorang pun di Indonesia akan mengatakan Buya Hamka seorang radikal. Tahun 2000 ke belakang, klaim radikal pada Muslim yang komitmen penuh pada agamanya, belum muncul. Munculnya baru tahun 2000an kesini.

Hamka adalah murid HOS Tjokroaminoto yang ketika pergi ke Jawa tujuannya adalah untuk belajar dan menjadi muridnya Tjokro yang juga gurunya Soekarno, Kartosuwirjo dan Sema'un, yang ketiganya kemudian berbeda haluan. Tjokro mengenal sekali ayahnya Hamka, berangkat ke Jawa pun atas suruhan ayahnya untuk berguru kepada Tjokro.

Dalam bukunya 'Ayahku,' Hamka menulis kenangannya tentang gurunya di Jawa: "Ayah saya dan guru saya telah memberi saya dasar-dasar sebagai orang Islam, tetapi H.O.S Tjokroaminoto telah membuka mata saya untuk Islam yang hidup! Jiwa saya diisi oleh ayah, mata saya dibuka oleh Tjokro."

Sebagai ulama Indonesia, sebutan apa yang paling kental dan umum pada sosok seorang Buya Hamka? Tokoh Masyumi, tokoh Muhammadiyah dan pernah jadi Ketua MUI zaman Soeharto itu?

Saya kira sepakat pasti ini: Ulama besar dan berpengaruh, ilmunya luas, teduh, bijaksana juga tegas menyatakan prinsip. Pernah dipenjara tanpa pengadilan oleh Presiden Soekarno dan menyatakan berhenti menjadi Ketua MUI ketimbang harus mencabut fatwa haram Muslim mengucapkan Natal.

Pramudya Ananta Toer sebagai sastrawan pro komunis membenci Buya Hamka, tetapi mengirimkan anaknya untuk belajar pada ulama yang dibencinya itu. Soekarno memenjarakan Buya Hamka, tetapi di akhir hayatnya ingin dishalatkan jasadnya oleh Buya Hamka. Keduanya membenci sekaligus mengakui, dan diam-diam mencintai "musuhnya."

Tak seorang pun meragukan otoritas keulamaan Buya Hamka penulis Tafsir Al-Qur'an 30 Juz, Al-Azhar, penulis buku legendaris Sejarah Umat Islam 4 Jilid, Tasawuf Modern dan banyak buku-buku lain, buku-buku agama dan sastra. Semua tahu, Buya Hamka adalah ulama besar, tokoh Islam Indonesia dan sastrawan produktif.

Saya agak kaget membaca kutipan Buya Hamka di atas. Agama memang soal keyakinan dan penghayatan. Seorang Muslim yang full keyakinan dan pengahayatan kepada agamanya akan keluarlah kalimat seperti yang diucapkan Buya Hamka. Dengan kalimat itu, beliau menunjukkan keyakinannya yang penuh kepada Islam sebagai jalan hidup, way of life.

Kata Cak Nun dalam status saya sebelumnya: "Daripada beragama hanya main-main, setengah-setengah, mendingan keluar saja dari Islam, jadi kafir saja sekalian."

Halaman:

Editor: Hasbi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x