Nadiem Anwar Makarim: PAUD yang Menyenangkan Indikator PAUD Berkualitas

- 5 November 2021, 16:06 WIB
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka, dan Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Kamis 4 November 2021.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka, dan Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Kamis 4 November 2021. /Kemendikbud Ristek/

Literasi News - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengatakan, dari semua riset yang pernah dilakukan terkait Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), terungkap bahwa ada korelasi yang sangat besar antara kualitas PAUD dan kualitas hasil pembelajaran peserta didik.

Mendikbudristek mengungkapkan hal itu dalam bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka, dan Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Kamis 4 November 2021, seperti dilansir laman resminya.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi tema besar pada Hari Inspirasi yang digagas oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era - Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM). Pertanyaan tentang bagaimana sebuah institusi PAUD dapat disebut berkualitas, muncul dan dijawab dengan gamblang oleh Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim.

Peserta didik yang mendapatkan pendidikan di usia dini, tutur Nadiem, dapat mengakselerasi perkembangan pengetahuan secara lebih cepat. Lalu bagaimana mengetahui bahwa PAUD dapat disebut berkualitas, Mendikbudristek mengajak para orang tua untuk bertanya langsung kepada anak-anak.

"Tes paling gampang dan sederhana, tanya saja anak-anaknya mau tidak pergi ke PAUD? Kalau dia semangat, berarti PAUD itu bagus. Karena yang paling penting di PAUD itu adalah menyenangkan," ucapnya.

Baca Juga: Mendikbudristek Ingatkan Kembali Implementasi Kampus Merdeka, Simak Penjelasannya

Menurut Nadiem, selain harus menyenangkan, kualitas PAUD dapat dilihat dari relevansi preparasi peserta didik ke depan. Tidak terbatas pada kegiatan membaca, menulis, dan berhitung (calistung), namun bagaimana pendidik dapat menjadi jagoan kontekstual, yaitu menjelaskan segala hal dalam konteks kehidupan dan permainan anak.

Dia mengakui setiap daerah di Indonesia memiliki cara yang berbeda mendidik anak usia dini, terutama dalam bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

"Di daerah tertentu mungkin yang dominan adalah bahasa daerahnya, atau bisa juga percampuran antara Bahasa Indonesia dan daerah. Saya melihat guru-guru PAUD yang terbaik itu selalu bolak balik menggunakan dua bahasa untuk bisa meningkatkan relevansi kontekstual kepada anak,” ujarnya.

Baca Juga: Kemendikbudristek Fasilitasi Kemitraan SMK dan DUDI, 41 Perusahaan dan 22 SMK Tanda Tangani PKS

Tidak kalah penting, Mendikbudristek mengatakan bahwa inti dari kurikulum PAUD adalah bermain. Semua kegiatan, disusun dalam simulasi permainan, karena menurut dia, evolusi manusia dalam belajar adalah dengan bermain.

"Kalau permainan bukan menjadi core dari kurikulum PAUD, anak tidak akan mencapai potensi optimal pembelajaran, karena kegiatan belajar dianggap tidak menyenangkan. Motivasi itu kunci. Kalau mereka tidak termotivasi, itu sama saja bohong. Mereka tidak belajar dalam situasi itu," ucapnya.

Pertemuan Tatap Muka

Setuju dengan pernyataan Mendikbudristek, Najelaa Shihab mengemukakan bahwa di masa pandemi ini kehilangan pembelajaran bagi anak-anak usia dini dampaknya sangat besar. Selama pandemi, tutur perempuan yang akrab disapa Ela ini, anak-anak kehilangan kesempatan interaksi dan bersosialisasi. Karena belajar jarak jauh di rumah masing-masing, umumnya hanya melibatkan anak dan ibu.

"Tidak ada guru yang membagi perhatian kepada beberapa anak sekaligus, tidak ada kesempatan untuk berbagi mainan, tidak ada kesempatan untuk melatih negosiasi atau mengatasi konflik. Kalaupun ada saudara, itu konflik yang sudah biasa dialami sehari-hari, berbeda dengan - kalau misalnya - dalam setting berbeda," katanya.

Soal penggunaan teknologi pembelajaran, Elaa mengakui, fenomena ini juga terjadi di jenjang PAUD dan sangat mungkin diaplikasikan serta dikombinasikan dengan pertemuan tatap muka. Dia optimistis bahwa Pertemuan Tatap Muka (PTM) Terbatas bisa tetap mencapai kualitas yang baik selama proses pembelajaran jarak jauh juga dikelola dengan baik.

Baca Juga: Prodi Antropologi Budaya ISBI Bandung Gelar Festival Budaya Nusantara IV 2021, Dimeriahkan Berbagai Acara

Sementara itu, Ratna Megawangi menyampaikan kekhawatirannya terkait fakta bahwa baru 40 persen PAUD yang saat ini melakukan PTM Terbatas.

Padahal usia emas seorang anak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan kebiasaan positif yang berhubungan dengan karakter, menanamkan kebiasaan yang baik, dan mengajarkan mereka untuk mengontrol emosi. Opportunity-nya hanya sampai usia 7 tahun. Oleh karenanya, Ratna sangat setuju jika PAUD segera dibuka di seluruh wilayah Indonesia.***

Editor: Hasbi

Sumber: Kemendikbud Ristek


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah