Ketua Komisi X : Kewajiban Jilbab Bagi Siswi Non-Muslim Berlebihan

- 23 Januari 2021, 06:43 WIB
Ketua komisi X DPR RI Syaiful Huda
Ketua komisi X DPR RI Syaiful Huda /dpr.go.id/

 

Literasi News – Beredarnya informasi tentang dugaan kewajiban siswi non-muslim mengenakan jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar) amemicu keprihatinan banyak kalangan. Kewajiban tersebut dinilai terlalu berlebihan dan mengancam kebhinekaan.

“Kami sangat prihatin dengan fenomena maraknya sikap intoleran di lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah. Banyak tenaga-tenaga pendidik yang tidak tepat dalam mengajarkan semangat keberagamaan di kalangan siswa,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Sabtu, (23/1/2020).

Untuk diketahui sebuah video viral di sosial media, memperlihatkan percakapan salah seorang orang tua siswa Eliana Hia dengan pihak sekolah SMK Negeri 2 Padang. Eliana dipanggil pihak sekolah karena anaknya, Jeni Cahyani Hia tidak mengenakan jilbab. Jeni tercatat sebagai siswi Kelas IX pada Jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP)) di sekolah itu. Ia tidak mengenakan jilbab karena bukan muslim.

Baca Juga: 2021, Kemenag Siapkan Beasiswa, BOS, PIP hingga Bantuan Sarpras. Berikut ini Penjelasannya

Huda mengatakan fenomena di Sumbar bukanlah kejadian pertama yang menunjukkan menguatnya sikap intoleransi di sekolah-sekolah negeri. Sebelumnya juga ada kejadian seorang guru di Jakarta yang meminta siswa-siswanya memilih calon ketua OSIS dengan alasan SARA. Kejadian serupa juga sempat terjadi di Depok, Jawa Barat.

“Kejadian-kejadian tersebut cukup memprihatinkan karena diduga dilakukan oleh tenaga kependidikan di sekolah negeri yang harusnya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dengan inti penghormatan terhadap nilai kebhinekaan,” katanya.

Dia mengungkapkan di era otonomi daerah, penyelenggaraan SMA dan SMK negeri di bawah kewenangan dari Pemprov. Mereka mempunyai otoritas untuk mengatur arah kebijakan sekolah, distribusi guru, hingga kebijakan anggaran. Kendati demikian harusnya kebijakan-kebijakan tersebut tetap mengacu pada nilai-nilai dasar pilar bernegara yakni UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga: Pekerja Pembangunan Gedung Setda Cianjur Abai Keselematan Kerja, Rekanan Bisa Kena Sangsi
“Tidak benar jika atas nama otonomi daerah, suatu wilayah mempunyai kebebasan termasuk unit penyelenggaraan Pendidikan membuat aturan yang secara prinsip bertentangan dengan nilai dasar-nilai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara,” katanya.

Halaman:

Editor: Zaenal Mutaqin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x