Rupiah Digital Diharapkan Bisa Bendung Serbuan Uang Kripto, Bank Indonesia Siapkan CBDC

13 Desember 2021, 10:16 WIB
Ilustrasi mata uang kripto.* Rencana Bank Indonesia (BI) untuk membuat rupiah digital dinilai bisa membendung serbuan uang kripto yang saat ini marak. /Pixabay.com/Michael Wuensch.

Literasi News - Rencana Bank Indonesia (BI) untuk membuat rupiah digital dinilai bisa membendung serbuan uang kripto yang saat ini marak di tengah masyarakat.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) berencana mengembangkan CBDC (Central Bank Digital Currencies) atau rupiah digital.

Hingga saat ini, Bank Indonesia (BI) masih merumuskan dan mempertimbangkan secara seksama manfaat dan risiko CBDC. CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral.

"Rupiah digital diharapkan akan membendung gempuran uang kripto yang saat ini makin masif dipegang oleh masyarakat," kata Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam keterangannya di Jakarta, Senin 13 Desember 2021, seperti dilansir Antara.

Heri menjelaskan bahwa sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Rupiah, sehingga kripto bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Oleh karena itu, menurut Heri, masyarakat perlu diingatkan risiko menyimpan uang kripto sebagai komoditas investasi yang tidak memiliki fundamental serta memiliki potensi fluktuasi yang besar.

"Meskipun ilegal dan memiliki risiko tinggi, namun banyak masyarakat yang menyimpan uang kripto. Tugas kita semua untuk mengedukasi masyarakat agar tidak menjadi korban uang kripto," tuturnya.

Baca Juga: Literasi Digital dan Keuangan Semakin Penting Seiring Meningkatnya Layanan Fintech

Dalam laporan Kajian Stabilitas Keuangan yang dirilis BI, jumlah investor kripto pada Juni 2021 diperkirakan telah mencapai kurang lebih 6,5 juta. Jumlah ini bahkan dua kali lebih banyak dibandingkan investor pasar saham yang mencapai sekitar 2,4 juta investor.

Sebelumnya, Satgas Waspada Investasi (SWI) meminta masyarakat untuk mewaspadai penawaran investasi aset kripto, yang saat ini marak agar tidak menjadi korban penawaran pedagang aset kripto yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sehingga berpotensi merugikan masyarakat.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan pihaknya telah menghentikan satu entitas yang melakukan perdagangan aset kripto Vidy Coin dan Vidyx tanpa izin. Selain itu SWI juga menghentikan lima kegiatan usaha yang diduga money game dan tiga kegiatan usaha robot trading tanpa izin.

"Hati-hati dengan penawaran investasi aset kripto dengan keuntungan tetap (fix) karena ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Sebelum berinvestasi kripto, masyarakat harus melihat pertama daftar pedagang kripto dan kedua daftar aset kriptonya di Bappebti sebagai otoritas yang berwenang mengatur dan mengawasi kripto ini sesuai Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto," ujar Tongam baru-baru ini.

Central Bank Digital Currency (CBDC)

Bank Indonesia (BI) saat ini sedang mengkaji dua opsi penyebaran rupiah digital dalam persiapan penerapan mata uang digital bank sentral alias Central Bank Digital Currency (CBDC) di Tanah Air.

"Ada dua pendekatan yang sedang didalami BI yaitu secara langsung atau one tier dan tidak langsung atau two tier," kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung dalam Fit and Proper Test Calon Deputi Gubernur BI bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, belum lama ini.

Ia menjelaskan pendekatan secara langsung artinya masyarakat baik itu rumah tangga maupun korporasi bisa mendapatkan token rupiah digital secara langsung dari BI.

Sementara pendekatan secara tidak langsung dilakukan melalui dua tahapan, yakni bank sentral mengedarkan rupiah digital melalui perbankan, barulah masyarakat bisa membelinya ke perbankan.

Dirinya berpendapat penerbitan rupiah digital saat ini menjadi penting untuk menjaga kedaulatan mata uang sebuah negara, semakin banyaknya transaksi digital, menjaga efektivitas kebijakan moneter bank sentral, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendorong inklusi keuangan.***

Editor: Hasbi

Sumber: Antaranews

Terkini

Terpopuler