Petani tambak ikan Desa Simpang Tiga Abadi, Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, menanami sebagian lahan tambaknya dengan bibit pohon bakau (mangrove). Kegiatan serupa juga dilakukan para petani tambak di Desa Simpang Tiga Jaya, Tulung Selapan, OKI, dan pesisir Taman Nasional Berbak Sembilang, Kabupaten Banyuasin. Sebelum era 90-an, hutan mangrove masih merata di seluruh pesisir Sumatera Selatan hingga pesisir Provinsi Lampung. Perkembangan penduduk yang sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pangan, hutan mangrove yang berada di bawah kekuasaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) KLHK itu dijadikan sasaran oleh penduduk dari berbagai daerah untuk dirambah dan dialihfungsikan menjadi lahan-lahan tambak ikan. Akibatnya, kerusakan eksositem pesisir pun tidak terelakkan, dan saat ini sekitar 20persen lahan mangrove di provinsi Sumatera Selatan telah mencapai status kritis. Setelah mendapat pemahaman tentang pentingnya menjaga biota pesisir melalui kebijakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), para petani akhirnya paham mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut, tetapi dengan tidak menghilangkan mata pencaharian mereka sebagai pembudidaya ikan. Dengan ditanami mangrove, dapat dipastikan produksi ikan mereka akan lebih melimpah karena mangrove bisa menghasilkan pakan alami, mereduksi racun dalam air dan tanah, serta meningkatkan suplay oksigen alami dari akar dan daun pohon bakau yang sangat dibutuhkan biota laut termasuk ikan budidaya seperti bandeng dan udang. Bahkan dengan ditanami bakau pada lahan tambak, para petani bisa membudidayakan kepiting yang sebelumnya tidak bisa dilakukan.*** Foto: Atep AK